TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute mengeluarkan sejumlah imbauan untuk warga DKI Jakarta menjelang hari pencoblosan pemilihan kepala daerah DKI 2017 putaran kedua pada 19 April mendatang. Setara Institute mendorong semua pihak, mulai pemerintah, penyelenggara pilkada, pasangan calon yang berlaga, aparat, hingga para pemilih, mewujudkan pemilihan kepala daerah yang berkualitas dan berintegritas.
“Datang dan tunaikan hak pilih kita semua dengan riang, gembira, obyektif, dan merdeka tanpa tekanan,” ujar Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, lewat keterangan tertulis, Senin, 17 April 2017.
Baca: Menjelang Pencoblosan, Polri Awasi Ketat Media Sosial
Menurut Hendardi, pilkada DKI memberikan pengaruh politik secara nasional karena posisi strategis Jakarta sebagai ibu kota, juga soal terlibatnya tokoh-tokoh politik besar selama prosesnya. “Kontestasi politik di Jakarta menjadi sesuatu yang mencekam, berbiaya tinggi, termasuk high cost security, karena aparat keamanan menjadi tumpuan bagi terciptanya kondisi tertib sosial,” ujarnya.
Mewakili Setara, Hendardi pun mengimbau masyarakat, khususnya pemilih, mengabaikan dan mencegah segala tindakan yang memicu rasa cemas dan takut. “Utamakan kemerdekaan diri kita sebagai pemilih dengan cara melepas dan mengabaikan segala bentuk politisasi identitas yang tidak memiliki relevansi dengan proses pilkada,” tuturnya.
Baca: Pilkada DKI, Kapolda Jawa Barat: Warga Tak Usah Tamasya ke Jakarta
Persaingan dua pasangan calon dalam pilkada DKI 2017 putaran kedua, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, menurut dia, masih menunjukkan kelemahan demokrasi. Argumen mengenai pemimpin muslim atau nonmuslim, ujar Hendardi, mengurangi kesempatan politik bagi setiap warga negara.
Hendardi menyayangkan debat kedua pasangan calon tak menekankan gagasan mengenai penguatan pemerintahan yang bersih, kemajemukan, dan pembangunan yang berkeadilan.
Baca: Ingin Situasi Pilkada DKI Aman, Kapolda Sambangi Sejumlah Ulama
“Pilkada DKI Jakarta telah membuktikan bahwa politisasi identitas telah membuat pikiran banyak orang menjadi dangkal, segregatif, dan menihilkan gagasan-gagasan substantif demokrasi yang semestinya menjadi dasar pertimbangan memilih," katanya.
YOHANES PASKALIS