TEMPO.CO, Jakarta -Sejumlah ulama menyarankan kepada Presiden Joko Widodo agar memanggil para tim sukses dari dua kubu calon Gubernur DKI Jakarta. Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'aruf Amin, yang mewakili para ulama, tidak ingin persoalan di Jakarta makin memanas.
"Supaya tensi diturunkan, (tim sukses) dipanggil, dinasihati sehingga mereka tidak lagi berkompetisi tidak sehat," kata Ma'aruf di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 17 April 2017.
Baca: Ribut Paket Sembako, Tim Ahok-Djarot dan Anies-Sandi Saling Lapor
Para ulama, kata Ma'ruf, ingin proses pemungutan suara berjalan kondusif dan tidak ada upaya pengerahan massa. Ma'aruf tak mau ketidakstabilan di Jakarta berimbas ke level nasional.
Usai menggelar pertemuan dengan pejabat negara di bidang keamanan, Presiden Joko Widodo menerima kedatangan sejumlah ulama di Istana Merdeka. Mereka antara lain Ma'aruf Amin, Jimly Asshiddiqie dan Mahfud Md.
Selain itu diundang pula penceramah Yusuf Mansur, Arifin Ilham, dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. Dalam pertemuan itu Presiden didampingi Menteri Agama Lukman Hakim
Simak: Kapolri Larang Pengerahan Massa dalam Pilkada DKI
Senada dengan Ma'aruf, Dahnil Anzar menambahkan sebaiknya tidak hanya ulama saja yang dipanggil oleh Presiden, tapi juga tim sukses kedua pasangan calon. Menurut dia, kegaduhan yang terjadi selama proses Pilkada Jakarta tidak lepas dari peran tim sukses. "Pak Jokowi harus bersikap tegas kepada mereka untuk menjaga kondusifitas. Jangan sampai kami seolah-olah jadi tertuduh," kata dia.
Menurut dia, pertemuannya dengan Presiden Jokowi tidak hanya membahas masalah Pilkada Jakarta saja. Tema lain, soal redistribusi aset dan persoalan radikalisme pun termasuk yang jadi topik pembahasan. Bahkan, secara khusus Dahnil menyinggung kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Dahnil meminta Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus itu.
Lihat: Sisa Dana Kampanye Ahok Tak Dipakai, Dana Anies buat Anak Yatim
Aparat penegak hukum, ucapnya, mesti bisa mengungkap pelaku penyerangan Novel. Bila pengungkapan kasus itu gagal, menurut Dahnil, akan menjadi preseden buruk ke depan. "Jangan sampai kasus Novel ini jadi ancaman terhadap pemberantasan korupsi," ucapnya.
ADITYA BUDIMAN