TEMPO.CO, Jakarta - Anggota tim teknis proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Tri Sampurno, mengaku pernah dibiayai PT Biomorf Lone Indonesia untuk ke Amerika Serikat pada 2012. Ia juga mendapat uang sebesar US$ 20 ribu.
Tri mengatakan peristiwa itu terjadi setelah L-1 Identity Solutions terpilih menjadi produk pengadaan AFIS dalam proyek e-KTP. Produk itu ditawarkan Johanes Marliem.
"Saya mendapatkan kabar dari Kementerian Dalam Negeri yang memerintahkan satu orang dari BPPT menghadiri undangan Biometric Consortium Conference," ucap Tri saat bersaksi dalam sidang korupsi e-KTP untuk terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 13 April 2017.
Baca: Sidang E-KTP, Saksi dari BPPT Beberkan Pertemuan Tim Fatmawati
Tri berujar, seharusnya yang pergi saat itu adalah Menteri Dalam Negeri. Namun, karena jadwalnya padatnya, Menteri Dalam Negeri meminta Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil menggantikannya. "Dari Dirjen disposisi ke Husni Fahmi," ujarnya.
Husni Fahmi, anggota staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT, lalu meminta ada wakil BPPT yang mendampingi. Karena pekerjaan Tri berhubungan dengan data center, ia dipilih menemani Husni. Di Amerika, mereka bertemu dengan Johanes.
Awalnya Tri mengira ini adalah perjalanan dinas yang dibiayai oleh Kementerian Dalam Negeri. Segala akomodasi mulai tiket pesawat dan hotel sudah ditanggung. "Kenyataannya ini membuat saya sulit untuk serta merta tenang karena ternyata dibiayai oleh Biomorf," katanya.
Saat masih di Bandara Soekarno-Hatta sebelum terbang ke Amerika, Tri mengaku menerima uang saku dari Johanes sebesar US$ 20 ribu. Namun uang itu langsung ia berikan kepada Husni saat berada di dalam pesawat.
Baca: Kasus Korupsi E-KTP, KPK Perpanjang Penahanan Andi Narogong
"Saya hanya meminta diberi sewajarnya. Jadi saya minta US$ 150 per hari selama sepuluh hari. Total US$ 1.500," ucap Tri. Ia berujar, patokan angka itu berasal dari uang yang ia terima saat melakukan perjalanan dinas ke Inggris. Pada Juni sebelumnya, ia mendapat uang saku sebesar US$ 100 per hari selama di Inggris.
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Tri disebut pernah ikut serta dalam Tim Fatmawati, tim yang dibentuk Andi Agustinus alias Andi Narogong untuk merekayasa proses lelang tender e-KTP. Ia juga disebut pernah menerima perintah dari Sugiharto membuat konfigurasi spesifikasi teknis dan daftar harga produk pengadaan e-KTP.
Dalam menyusun spesifikasi teknis, Tri disebut mengarahkan pada merek produk tertentu. Sedangkan dalam membuat daftar harga, Tri bersama sejumlah anggota tim menaikkan harga barang sehingga lebih mahal dibanding harga sebenarnya serta tidak memperhitungkan diskon dari produk tertentu.
Baca juga: Setya Novanto Dicekal, Harapan DPR Berkirim Surat ke Jokowi
Selama menjadi tim teknis e-KTP, Tri mengaku mendapatkan gaji pokok Rp 2 juta per bulan. Selain itu, ia sering mendapat uang mulai Rp 4 juta hingga 7 juta dari Sugiharto. "Enggak setiap bulan, tapi cukup sering," tuturnya.
MAYA AYU PUSPITASARI