TEMPO.CO, Mojokerto - Kepolisian Resor Mojokerto bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan tengah menyidik perusakan bangunan purbakala yang diduga merupakan peninggalan masyarakat zaman Majapahit di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Bangunan diduga pagar atau tembok dari batu bata dan batu andesit yang terpendam dalam tanah di dusun setempat itu dibongkar dan dijarah warga serta dimanfaatkan untuk material pengurukan lahan. Bangunan hanya tersisa beberapa tumpukan batu bata dan batu andesit di sisi utara dan selatan lahan yang dikeruk tersebut.
Baca juga:
Pengawasan Lemah, Situs Diduga Peninggalan Majapahit Dijarah
Lahan ini sebelumnya berupa kebun tebu dan dikeruk sepanjang sekitar 300 meter, lebar 7 meter, kedalaman 1-3 meter. Bangunan memanjang seperti pagar atau tembok dari batu bata dan batu andesit kuno yang banyak terpendam di lahan setempat itu dibongkar begitu saja.
Tempo sempat menelusuri kawasan sekitar lokasi yang dikeruk dan menemukan dua punden atau tempat yang disakralkan masyarakat. Dua punden ini berada di semak-semak kebun tebu di selatan lahan yang telah dikeruk.
Baca pula:
Nasib Pahit Situs Zaman Majapahit
Punden pertama berupa makam atau petilasan yang dianggap sebagai petilasan sesepuh dusun setempat. “Orang-orang menyebut ini makam Mbah Sago,” kata Dicky, warga setempat, Selasa, 11 April 2017. Menurutnya, ketika akan digelar hajatan, masyarakat selalu berziarah ke makam ini. “Biasanya dalang-dalang wayang yang akan naik pentas berziarah ke sini,” ujarnya. Di makam ini, terdapat batu bata kuno ukuran besar yang menjadi lantai makam. Ukuran dan motifnya sama dengan batu bata yang tersisa di lahan kebun tebu yang sudah dikeruk.
Bahkan, menurut arkeolog BPCB Trowulan yang meneliti lokasi, Ahmad Hariri, di makam tersebut juga ditemukan umpak. “Kami menemukan umpak berbentuk segi empat,” kata Kepala Sub-Unit Penyelamatan BPCB Trowulan ini. Umpak zaman Majapahit biasanya terbentuk dari batu dan digunakan sebagai alas dari tiang sebuah bangunan.
Hariri mengatakan bangunan batu bata dan batu andesit yang sudah dirusak itu diduga terkait dengan punden makam atau petilasan sesepuh dusun setempat. “Kemungkinan begitu karena tumpukan batu bata yang tersisa terpendam dalam tanah dan mengarah ke punden tersebut,” katanya.
Sekitar 100 meter dari makam tersebut terdapat punden kedua berupa arca. Arca dari batu andesit ini sudah tidak berbentuk bagian wajah dan badannya. Tidak ada petunjuk pasti bentuk arca dengan tinggi sekitar 1,5 meter dan diameter 1 meter tersebut. “Orang sini menyebutnya Joko Klenting,” kata Nasir, perajin batu bata di dekat punden.
Meski sudah tidak berbentuk, arca tersebut masih dirawat dan diberi balutan kain putih dan kuning serta kain hitam putih motif kotak-kotak atau saput poleng khas Hindu Bali. Di sebelah arca juga diberi payung dengan motif kain saput poleng. “Banyak orang Bali yang ke punden situ (arca),” ucapnya. Arca ini diduga peninggalan masyarakat Hindu zaman Majapahit.
ISHOMUDDIN