TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengirimkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo terkait pencekalan Setya Novanto tidak untuk mengintervensi hukum. Ketua DPR dicekal oleh KPK terkait dengan penyidikan atas proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, lembaganya tidak ada niat mengintervensi proses hukum dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP. Menurut Taufik, DPR mengirimkan surat itu berdasarkan masukan dari Fraksi Partai Golkar yang keberatan terhadap pencekalan Ketua Umum Golkar tersebut.
Baca: DPR Protes Setya Novanto Dicekal, JK: KPK Tak Bisa Diintervensi
"Kami harus merespons setiap masukan, surat dari fraksi manakala disetujui dalam rapat pengganti Badan Musyawarah, akan ditindaklanjuti," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 April 2017.
Politikus PAN (Partai Amanat Nasional) ini menuturkan rapat badan musyawarah adalah bentuk dukungan moril terhadap partai Golkar. "Tanpa bermaksud untuk mengintervensi ataupun mencampuri urusan proses pro justisia," ujarnya.
Menurut dia, tidak masalah pula bila rapat memutuskan untuk menolak surat keberatan Golkar. "DPR ada semacam kewajiban moril kepada fraksi yang sekiranya mendapat posisi yang kurang menguntungkan," ujarnya.
Baca: Setya Novanto Dicekal, Istana Sebut Nota Protes DPR Salah Alamat
Setya Novanto dicegah ke luar negeri selama enam bulan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi berdasarkan permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK melakukan itu karena masih menganggap keterangan Setya Novanto masih dibutuhkan untuk tersangka kasus e-KTP, Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Taufik meminta masalah itu diluruskan. Ia menegaskan langkah yang diambil DPR bukan untuk mencampuri urusan yurudis. "Jauh dari sana," ujarnya.
AHMAD FAIZ