TEMPO.CO, Denpasar – Kemacetan di sekitar daerah wisata Bali menjadi salah satu penyebab utama menurunnya lama tinggal wisatawan di Pulau Dewata ini. Data terakhir pada 2016 menunjukkan rata-rata lama tinggal itu hanya 2-3 hari. Padahal tahun sebelumnya 3-4 hari.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Bali AA Gede Yuniarta, ada kecenderungan Bali hanya menjadi transit untuk kunjungan ke daerah lain. “Misalnya ke Gili Trawangan di Lombok. Setiap hari ada sekitar 2.000 turis yang menyeberang ke sana,” ujarnya, Jumat, 7 April 2019, dalam Workshop Jurnalistik Kementerian Pariwisata di Kuta, Bali.
Baca: Februari, Turis Cina Paling Banyak Kunjungi Indonesia
“Untuk perjalanan dari Kuta ke Ubud saja perlu waktu sampai dua jam. Itu menjadi masalah buat mereka,” ujarnya. Untuk memecahkan masalah ini, menurut dia, harus ada dorongan agar pariwisata Bali tidak hanya tumbuh di daerah yang sudah populer seperti di Bali Selatan. Karena itu, pihaknya mendorong perbaikan infrastruktur dan desa wisata.
Untuk mempermudah upaya tersebut, katanya, saat ini sedang dirancang adanya pengelolaan pariwisata dengan mengacu pada konsep one island management on tourism, yakni untuk mengatasi kesenjangan antarwilayah, karena saat ini pajak hotel dan restoran (PHR) hanya bisa dinikmati oleh Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar.
Simak pula: Ini Alasan Turis Asing Lebih Tertarik Berwisata ke Bali
Sayangnya, untuk pengembangan desa wisata, ujar Gede Yuniarta, terdapat masalah dalam hal pendanaan karena penggunaan dana adalah melalui Kementerian Desa. Keputusan menjadi desa wisata tergantung pada musyawarah desa . “Kami hanya punya kewenangan untuk melakukan pembinaan bila sebuah desa berniat menjadi desa wisata.”
Adapun Sekretaris Kementerian Pariwisata Ukus Kuswara menegaskan, posisi Bali sebagai daerah tujuan wisata utama belum bisa tergantikan. Bali juga menjadi tumpuan dalam upaya pencapaian target pertumbuhan pariwisata nasional dua kali lipat pada 2019. Sektor pariwisata pada tahun itu diharapkan memberikan kontribusi pada PDB nasional sebesar 8 persen dengan devisa yang dihasilkan hingga Rp 280 triliun, menciptakan lapangan kerja hingga 13 juta orang dengan kunjungan wisman hingga 20 juta orang.
ROFIQI HASAN