TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan tanah retak berpotensi longsor kembali terjadi di Ponorogo, Jawa Timur. Kejadian tanah retak ini terjadi di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Ponorogo.
"Sebanyak 78 kepala keluarga, yang terdiri atas 269 jiwa, diungsikan ke tempat lebih aman," kata Sutopo dalam siaran persnya, Jumat, 7 April 2017.
Baca: Longsor Ponorogo, BPBD Perluas Zona Pencarian Korban
Sutopo menuturkan, pengungsi menempati empat lokasi dan warga saat ini belum berani kembali ke rumah mereka. Tanah retak di desa itu awalnya selebar 30 sentimeter dan terus melebar. Saat ini lebarnya mencapai 1 meter dengan kedalaman lebih-kurang 3 meter dan posisi ketinggian 300 meter.
BPBD Kabupaten Ponorogo telah mengimbau secara resmi melalui Camat Badegan, yang ditandatangani Kalaksa BPBD, agar warga tetap waspada dan mengungsi ke tempat yang lebih aman. Koordinator Kepala Desa Dayakan dan BPBD telah menyiapkan tenda pengungsi dan kebutuhan logistik yang diperlukan.
Baca: Longsor Ponorogo: Di Balik Tawa Anak-anak yang Belajar di Masjid
Sementara itu, tim SAR gabungan belum berhasil menemukan lagi korban yang tertimbun longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. Diketahui 25 korban masih hilang. Operasi SAR pada hari ini dimulai pada pukul 07.00 WIB dengan briefing dan pembagian tugas.
Tim SAR gabungan sebanyak 686 orang terbagi menjadi empat sektor, yaitu A, B, C, dan D. Penambahan sektor D bertugas mengurai material longsoran yang menutup aliran sungai dan mencari korban.
Pencarian korban longsor akan terus dilakukan hingga 15 April nanti. Sutopo mengungkapkan tak mudah mencari korban karena tebalnya material longsoran yang mencapai 30 meter di lereng bawah mahkota longsor. Volume material longsoran diperkirakan mencapai 2-3 juta meter kubik dengan panjang dari bukit asal longsor hingga titik terakhir longsor mencapai 1,22 kilometer.
Baca: Kepala PVMBG: Awas, Tanah Longsor Tewaskan 200 Warga per Tahun
Kendala lain adalah cuaca yang sering hujan pada siang hari. Hampir setiap hari hujan, sehingga operasi SAR dihentikan pada pukul 14.30 WIB. Sebanyak 10 alat berat masih dikerahkan mencari korban.
Aksesibilitas lokasi longsor juga cukup sulit dijangkau. Selain itu, kata Sutopo, petugas SAR sudah mengalami kelelahan setelah bekerja selama enam hari sehingga perlu diganti dengan petugas yang baru.
Baca: Kenapa Evakuasi Longsor Ponorogo Lebih Sulit dari Banjarnegara
Musibah longsor terjadi pada Sabtu, 1 April 2017, di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. Data BNPB menyebutkan warga sudah melaporkan adanya tanda-tanda retakan di tebing Banaran sepanjang 30 sentimeter yang terus meluas sejak 11 Maret 2017. Retakan itu terus meluas menjadi 15 meter pada 26 Maret 2017.
DIKO OKTARA