TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan penanganan infrastruktur dan pengendalian lumpur Sidoarjo di daerah terdampak tetap berfungsi sesuai dengan rencana.
Menurut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, perhatian pemerintah tidak berkurang terhadap pengendalian lumpur Sidoarjo.
Baca juga: Pengusaha Korban Lumpur Lapindo Tak Dapat Dana Talangan
“Kementerian PUPR akan terus melanjutkan tugas dan fungsi yang prinsipnya tidak ada perbedaan dan memastikan penanganan kepada masyarakat yang terkena dampak, serta masyarakat sekitar tetap menjadi prioritas," ujar Basuki dalam siaran resmi Kementerian PUPR, Jumat, 7 April 2017.
Pasca-pembubaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) melalui Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2017, tugas dan fungsinya dialihkan dan dilaksanakan Kementerian PUPR.
Kemudian, Basuki mengeluarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pembentukan Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) dan melantik Dwi Sugiyanto sebagai Kepala PPLS.
Menurut Basuki, saat ini, debit semburan lumpur sudah jauh berkurang dari 100-120 ribu meter kubik (m3) per hari menjadi 10-15 ribu m3 per hari. Meski sudah menurun, tapi ia tidak dapat menyatakan secara pasti kapan semburan akan berhenti sama sekali.
Terkait dengan permasalahan dampak sosial, realisasi jual-beli tanah dan bangunan di dalam peta area terdampak (PAT) 22 Maret 2017, yang menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya, telah terbayar 12.993 berkas senilai Rp 3,82 triliun dari kewajiban 13.237 berkas senilai Rp 3,87 triliun. “Sehingga tersisa 244 berkas senilai Rp 54,33 miliar,” ucapnya.
Sedangkan realisasi jual-beli tanah dan bangunan di luar PAT yang menggunakan dana APBN melalui BPLS, saat ini, progresnya, dari total 9.181 berkas untuk pembayaran tanah dan bangunan warga, fasilitas umum atau sosial, dan tanah wakaf dengan nilai Rp 3,87 triliun, sudah terbayar senilai Rp 3,13 triliun atau 80 persen sehingga tersisa Rp 746 miliar.
Berkas tersebut terdiri atas 1.843 berkas di tiga desa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2008, yakni Desa Besuki, Desa Penjarakan, dan Desa Kedungcangkring di Kecamatan Jabon. Lalu 833 berkas di sembilan rukun tetangga (RT) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2009 serta 6.505 berkas di 65 RT sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2013.
Basuki menambahkan, para pengusaha yang mempunyai aset tanah dan bangunan yang masuk ke PAT 22 Maret 2017 telah lama berharap dilakukan penyelesaian seperti jual-beli tanah dan bangunan milik masyarakat.
Simak juga: BPLS Bubar, DPRD Jatim Minta Urusan Rakyat Jadi Prioritas
“Aset pengusaha yang di dalam PAT 22 Maret 2007 akan segera saya konsultasikan kepada Bapak Presiden karena harus diputuskan dalam sidang kabinet,” ujarnya.
Sedikitnya, terdapat 30 pengusaha dari berbagai jenis usaha, seperti kerajinan tas, kulit, furniture, makanan kecil, gudang, jasa properti, pengolahan plastik dan industri rumah tangga, yang terdampak semburan lumpur.
DESTRIANITA