TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan, mengatakan langkah Mahkamah Konstitusi atau MK mencabut kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan peraturan daerah sudah sesuai dengan undang-undang. "Memang track-nya begitu," katanya saat dihubungi Tempo, Kamis, 6 April 2017.
Asep mengatakan, peran pengujian peraturan perundang-undangan merupakan tugas Mahkamah Agung (MA). Berdasarkan undang-undang, peran Mendagri sebagai penguji peraturan perundangan-undangan hanya dibatasi untuk empat isu yaitu masalah tata ruang, Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah, pajak, dan retribusi daerah.
Baca juga:
Pascaputusan MK, Menteri Tjahjo Klaim Masih Bisa Batalkan Perda
Menteri Tjahjo Tanya MK, Putusan Bisa Ubah Sistem Evaluasi Perda
Menurut Asep, pengalihan wewenang tersebut tidak akan menghambat penyelesaian peraturan daerah yang bermasalah. Ia menyarankan akan lebih baik jika MA meniru model pengujian peraturan di MK. "Dibuatkan forum yang menghadirkan penggugat dan tergugat," kata dia. Forum tersebut dapat menjadi sarana kedua pihak menjelaskan alasan masing-masing.
Terkait dengan waktu pengujian, Asep menilai baik Mendagri dan MA dapat menyelesaikannya dengan cepat. Namun Mendagri memiliki kelebihan karena bisa dibantu banyak pihak. "Jika aturannya berkaitan dengan pajak, dia bisa meminta bantuan ke Kementerian Keuangan, misalnya," kata Asep.
Baca Juga:
Baca pula:
Tjahjo: Putusan MK Cabut Kewenangan Soal Perda Hambat Investasi
Mahkamah Konstitusi Cabut Kewenangan Pembatalan Perda
MK mencabut kewenangan Mendagri berdasarkan gugatan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi). Mereka meminta peraturan terkait pembatalan perda yang terdapat dalam Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dibatalkan oleh MK. MK mengabulkan gugatan tersebut karena menilai perda merupakan produk hukum yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif, yakni pemerintah daerah dan DPRD.
VINDRY FLORENTIN