TEMPO.CO, Jakarta - Museum Keraton Kasunanan Surakarta terpaksa diliburkan hingga waktu yang belum ditentukan lantaran terdampak konflik internal keluarga. Pelaku usaha biro wisata menyesalkan penutupan itu.
"Kami justru baru tahu bahwa museum diliburkan dari media," kata Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Solo, Daryono, Kamis, 6 April 2017. Pihak pengelola museum maupun keraton tidak menginformasikannya ke biro perjalanan.
Baca juga:
Imbas Konflik PB XIII dan Putrinya, Museum Keraton Ditutup
Konflik Keraton Solo Makin Memanas, Dewan Adat Diadukan ke Polisi
Padahal, banyak biro penjualan yang terlanjur menjual paket wisata Solo, salah satunya kunjungan ke museum keraton. "Wisatawan yang terlanjur membeli paket bisa kecewa," katanya.
Apalagi, Asita Solo mencatat, museum keraton menjadi destinasi wisata paling diminati wisatawan domestik yang berkunjung ke Solo. "Bisa dibilang keraton merupakan ikon wisata kota ini," katanya.
Dia berharap, konflik internal itu segera selesai sehingga museum itu bisa kembali diakses masyarakat. "Jangan sampai merugikan masyarakat," katanya. apalagi, keraton juga kehilangan pendapatan dari kebijakan meliburkan museum tersebut.
Baca pula:
Anggota Wantimpres Subagyo H.S. Damaikan Koflik Keraton Surakarta
Pagar Dibongkar, Konflik Keraton Surakarta Kembali Memanas
Kepala Dinas Pariwisata Kota Surakarta Basuki Anggoro Hexa mengatakan pelaku usaha pariwisata bisa mengalihkan para wisatawan yang dibawanya ke Pura Mangkunegaran. "Museum di Mangkunegaran tidak kalah menarik," katanya.
Dia mengakui, selama ini museum Keraton Surakarta menjadi tujuan utama wisatawan domestik yang berkunjung ke Solo. "Sedangkan tujuan utama wisatawan mancanegara justru Museum Mangkunegaran," katanya.
Silakan baca:
Perundingan 2 Kubu Berseteru Keraton Surakarta Berakhor Buntu
Sebelumnya, Manajer Museum Keraton Surakarta, KRMH Suryo Adimijoyo, mengatakan museum libur sejak Selasa kemarin. "Diliburkan hingga batas waktu yang tidak ditentukan," katanya.
Dia mengakui kebijakan untuk meliburkan museum tersebut tidak lepas dari konflik di keraton. Pihaknya khawatir kenyamanan pengunjung bisa terganggu lantaran konflik tersebut.
Konflik internal keluarga kerajaan itu memanas selama beberapa hari terakhir. Konflik memanas saat PB XIII membentuk sebuah tim untuk mempersiapkan upacara adat Tingalan Jumenengan. Kubu Dewan Adat menggugat pembentukan tim itu ke pengadilan.
Perseteruan keluarga itu bermula saat Paku Buwana XII wafat tanpa menunjuk permaisuri maupun putra mahkota pada 2004. Dua anaknya, Hangabehi dan Tedjowulan, sama-sama mengklaim sebagai Paku Buwana XIII.
Keluarga dan kerabat keraton terpecah menjadi dua kubu. Hangabehi bertakhta di dalam keraton, sedangkan Tedjowulan memilih bertakhta di daerah Badran, Kottabarat.
Belakangan, raja kembar itu rujuk setelah Tedjowulan akhirnya melepas gelarnya dan mengakui Hangabehi sebagai Paku Buwana XIII. Namun, kelompok pendukung Hangabehi menolak rekonsiliasi itu. Beberapa tahun belakangan, kelompok yang menamakan diri sebagai Dewan Adat itu justru sering berkonflik dengan Hangabehi maupun Tedjowulan.
AHMAD RAFIQ