TEMPO.CO, Jakarta - Gusti Kanjeng Ratu Hemas menggugat sikap Mahkamah Agung yang dianggap tak konsisten. Mahkamah menolak masa jabatan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah selama 2,5 tahun, tapi Wakil Ketua Mahkamah Bidang Nonyudisial Suwardi tetap melantik Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD. “Mengapa mengambil sumpah yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung?” ucap Wakil Ketua DPD itu di rumahnya, Jalan Denpasar Raya, Jakarta, Rabu, 5 April 2017.
Hemas mengatakan sikap politiknya bukan untuk mempertahankan kekuasaan, tapi keharusan politik tunduk kepada hukum. Aturan sudah menjelaskan, ujar dia, masa kepemimpinan DPD berlangsung sejak 2014 hingga 2019 sesuai dengan putusan Mahkamah. Atas dasar itu, Hemas menyatakan pelantikan Oesman Sapta tak sah. Ia juga tak pernah menyatakan mundur dari jabatan Wakil Ketua DPD.
Baca juga:
DPD Terbelah, Pembatasan Periode Pimpinan Diminta Kaji Ulang
Hemas mendesak Mahkamah segera membatalkan pengambilan sumpah tersebut bila tak mampu menjelaskan dasar pelantikan itu. Ia menganggap cara itu untuk menjaga keluhuran martabat dan kewibawaan Mahkamah. “Sebetulnya apa pun yang dilakukan (pada pelantikan) kemarin tidak sah. Itu saja,” tuturnya.
Suwardi melantik pimpinan DPD periode 2017-2019 pada Selasa kemarin. Oesman Sapta terpilih menjadi Ketua DPD. Wakil ketua I dan II diisi masing-masing Nono Sampono serta Darmayanti Lubis. Pemilihan tersebut dianggap sebagai wujud perebutan kekuasaan pimpinan DPD yang di luar batas rasionalitas nalar politik dan hukum.
Hemas mengatakan adanya sebagian anggota DPD yang mendukung masa kepemimpinan periode 2014-2019. Ada sekitar 70 anggota DPD pada posisi menolak pelantikan pimpinan itu. Ia berujar, situasi di DPD bukan hanya potret lembaga tersebut, melainkan juga potret besar negara dan bangsa atas masa depan penegakan hukum.
DANANG FIRMANTO