TEMPO.CO, Lumajang - Pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS) resmi membuka kembali pendakian Gunung Semeru, Rabu, 5 April 2017. Kepala Balai Besar TN BTS, John Kennedy menyatakan pembukaan pendakian Semeru diputuskan setelah Rapat Koordinasi Bidsng Pengelolaan Wilayah II TN BTS di Lumajang pada Senin lalu.
Melalui suratnya, John Kennedy menyatakan kalau pendakian dibuka kembali mulai Rabu ini, 5 April 2017 dengan sejumlah ketentuam di antaranya rekomendasi batas aman pendakian hanya sampai Kalimati. TN BTS melarang pendakian selain melalui pintu Ranupani. Sedangkan untuk persyaratan dan ketentuan pendakian, pendaki bisa melihat dari laman TN BTS.
Baca juga: Potensi Letusan Semeru Bayangi Pembukaan Jalur Pendakian
Kepala Bidang Pengelolaan Wilayah II TN BTS, Achmad Susdjoto mengatakan pihak TN BTS telah membentuk Tim SAR yang beranggotakan petugas taman nasional relawan serta warga setempat.
Pembentukan Tim SAR ini untuk mempercepat respons ketika harus menindaklanjuti sebuah laporan terkait pendaki hilang. Namun, bukan berarti kemudian TN BTS tidak melibatkan pihak lain ketika ada kejadian pendaki hilang. Pembentukan Tim SAR TN BTS itu disertai dengan pelatihan. Achmad mengatakan pembentukan Tim SAR itu salah satunya karena saran dari Badan SAR Nasional.
TN BTS juga akan membuka Posko SAR di Ranupani. Setiap hari ada empat orang yang ditempatkan di posko untuk menindaklanjuti kemungkinan laporan pendaki hilang. "Kami sudah siapkan logistik serta peralatan ketika harus segera terjun lapangan," kata Achmad.
TN BTS juga telah memasang rambu-rambu di kawasan puncak Mahameru kendati pendakian hanya dibatasi hingga Pos Kalimati. Pihak taman nasional berdalih rambu-rambu itu dipasang untuk kepentingan petugas taman nasional.
Achmad mengatakan petugas taman nasional juga rentan tersesat di Gunung Semeru. "Bukan hanya pendaki saja yang rentan tersesat, tetapi petugas juga rentan," kata Achmad baru-baru ini. Achmad juga tidak memungkiri ihwal kemungkinan pendaki yang akan menerabas larangan mendaki ke Puncak Mahameru.
"Mendaki hingga ke puncak Mahameru adalah tantangan bagi para pendaki Semeru," katanya. Ketika mereka berhasil mencapai Pos Kalimati, maka puncak Mahameru yang tampak dari pos Kalimati seperti melambai-lambai menggoda pendaki untuk menapakinya. Mau tidak mau, pihak taman nasional harus mengantisipasi terjadinya insiden seperti pendaki hilang dengan kemudian memasang rambu-rambu.
Pemasangan rambu-rambu dan penunjuk arah diprioritaskan di kawasan puncak atau di batas vegetasi hingga ke puncak Mahameru. Di jalur ini, para pendaki kerap terkecoh saat menapaki jalur pendakian berpasir mulai dari batas vegetasi hingga puncak Mahameru. Medan berpasir dan berbatu di trek terakhir menuju puncak itu kerap berubah karena alam sehingga susah membuat patokan baku kecuali bagi pendaki yang sudah berpengalaman.
Kejadian pendaki hilang kerap didahului karena pendaki kehilangan orientasi arah ketika tertinggal rombongan. Kerap juga survivor seperti mengikuti seseorang didepannya padahal ternyata orang yang diikuti itu tidak nyata alias imajinasi pendaki sendiri. Kehilangan orientasi arah, kata Achmad, bisa jadi karena fisik pendaki sudah kelelahan dan bisa juga akibat faktor alam seperti kabut tebal dan badai sehingga kesulitan 'membaca' jalur.
Rambu-rambu juga dipasang di tempat-tempat yang rawan seperti jalur yang mengarah ke jurang blank 75 yang kerap menimbulkan korban jiwa. "Mungkin akan dipasang rambu, bisa bergambar tengkorak," kata Budi Mulyanto, seorang Kepala Seksi di TN BTS Lumajang saat mendampingi Achmad Susdjoto.
DAVID PRIYASIDHARTA