TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengatakan penyidik menduga ada kesepakatan atau fee lain dalam penjualan dua unit kapal tempur strategic sealift vessel (SSV) buatan PT PAL Indonesia ke Filipina senilai US$ 86,96 juta atau Rp 1,1 triliun. Menurut dia, saat ini penyidik sedang mempelajari aturan dan mekanisme kesepakatan fee kepada perusahaan perantara dalam jual-beli persenjataan militer.
“Fee 1,25 persen ini merupakan kesepakatan tertutup pejabat PT PAL. Tapi total fee proyek ini 4,75 persen,” kata Febri di gedung KPK, kemarin. “Kami akan berfokus soal 1,25 persen ini sambil mendalami adanya komitmen, pertemuan, dan perjanjian lain.”
Baca: Kasus Suap Kapal, KPK Tangkap Direktur Keuangan PT PAL di Bandara
Dalam jual-beli, perusahaan perantara umumnya menerima fee sebesar 2,5 persen dari nilai penjualan. Berdasarkan kelaziman itu, total fee penjualan kapal tempur diperkirakan 3,75 persen, akumulasi dari bagian perusahaan perantara Ashanti Sales Incorporated sebesar 2,5 persen dan suap untuk petinggi PT PAL sebesar 1,25 persen. Lalu, ke mana larinya sisa fee yang 1 persen, Febri belum memastikannya. “Kemungkinan lain untuk apa dan untuk siapa, nanti akan didalami,” ujarnya.
Dalam operasi tangkap tangan pada Kamis lalu, penyidik KPK menangkap tiga petinggi PT PAL--Direktur Utama Firmansyah Arifin, Manajer Treasury Arif Cahyana, dan Direktur Keuangan Saiful Anwar--serta perwakilan Ashanti, Agus Nugroho. Mereka diduga menerima uang dalam tiga tahap pemberian dengan total US$ 1,087 juta atau setara Rp 14,4 miliar. Uang itu dicurigai merupakan imbalan pembelian dua unit kapal tempur SSV PT PAL Indonesia oleh Kementerian Pertahanan Filipina yang menjadi rekanan Ashanti.
Baca: Korupsi PT PAL: Harga Kapal Rp 1,1 Triliun, Komisi Rp 54,5 Miliar
Sekretaris Perusahaan PT PAL Elly Dwiratmanto mengatakan perusahaan memang menetapkan fee bagi Ashanti sebesar 4,75 persen sejak awal proses penawaran dan penjualan dua unit kapal tempur tersebut. Menurut dia, perusahaan pelat merah itu memiliki semua dokumen yang menjamin tidak ada kejanggalan dalam kesepakatan fee bagi perusahaan perantara.
Dia mengklaim selama ini tak pernah ada aturan tentang batasan fee yang layak dalam jual-beli melalui perusahaan perantara. “Asalkan kedua pihak sepakat dan merasa tak ada yang dirugikan, seharusnya sah saja. Kecuali memang ada kewajiban fee hanya berapa persen,” ujar Elly.
Baca: Fee Penjualan Kapal PT PAL Hampir 5 Persen, Begini Penjelasan KPK
Menurut Febri, KPK juga sedang mendesak pemerintah untuk memberikan aturan yang tegas tentang fee perusahaan perantara. Dia menilai fee berpotensi merugikan negara karena membuat harga jual menjadi lebih tinggi, tapi keuntungan yang diterima lebih rendah.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Djundan Eko, menampik kementeriannya bertanggung jawab dalam penjualan kapal PT PAL ke Filipina. Menurut dia, kementerian hanya mengeluarkan izin ekspor. Sedangkan seluruh proses pengadaan dan penjualan merupakan ranah PT PAL dan pemerintah Filipina. “Kementerian Pertahanan tidak ikut campur,” ujarnya.
FRANSISCO ROSARIANS | HUSSEIN ABRI