TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah mengaku telah memulangkan tenaga kontrak yang sebelumnya dipekerjakan. Kebijakan mengurangi tenaga kerja di lembaga pemberantasan narkoba dan obat terlarang itu terpaksa dilakukan akibat anggaran dari pemerintah pusat dipangkas.
“Pengurangan anggaran berdampak, efeknya pada personel di Jateng, tenaga kerja kontrak kami putus,” kata Kepala BNNP Jawa Tengah Komisaris Besar Tri Agus Heru Prasetyo saat dengar pendapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat di Semarang, Senin 3 April 2017.
Baca: BNN Beli 1.800 Pistol Berkaliber Khusus
Meski tak menyebutkan jumlah tenaga honorer yang dirumahkan, Tri Agus menyatakan keberadaan mereka selama ini penting karena fokus menangani pemberantasan narkotika. “Mereka bekerja empat tahun, mereka terkena pengurangan pembayaran tenaga kerja kontrak,” kata Tri Agus.
Berkurangnya anggaran dinilai berat, apalagi saat ini tingkat penyalahagunaan narkotika di Jawa Tengah mencapai 1,96 juta orang dari total penduduk yang mencapai 39 juta. Selain mengeluhkan pengurangan anggaran BNN Jawa Tengah juga menyebutkan masih minimnya lembaga vertikal di daerah.
Tercatat BNN di tingkat kabupaten dan kota wilayah Jawa Tengah baru ada tujuh dari 35 kabupaten dan kota. “Tentunya ini harus diupayakan (tambahan) dalam rangka meningkatkan jumlah kantor vertikalisasi BNN,” katanya.
Simak: Sabu 100 Kg Dibongkar, Sri Mulyani: Selamatkan 900 Ribu Jiwa
Menurut dia beberapa bupati dan wali kota di Jawa Tengah telah mengajukan ke BNN pusat maupun ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi agar dibentuk kantor BNN, namun belum direalisasikan.
Dalam kesempatan yang sama Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah Bambang Sumardiono menuturkan pembinaan narapidana narkotika juga perlu perhatian dan biaya operasional tak sedikit. “Namun program pembinaan yang dikerjasamakan dengan BNNP juga minim,” kata Bambang.
Sejumlah lembaga pemasyarakatan di Jawa Tengah, ujar Bambang, dipakai untuk merehabilitasi korban narkotika. Namun pengawasan terhadap mereka belum maksimal. “Karena berkaitan CCTV dan pendeteksi narkoba sangat minim,” katanya.
EDI FAISOL