TEMPO.CO, Magelang - Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas Cecep Iskandar menuturkan AMR membeli pisau di supermarket setelah ikut mendompleng ketiga temannya yang ingin berbelanja untuk keperluan prakarya. Lolosnya pisau di lingkungan SMA Taruna Nusantara, menurut dia, karena AMR sudah lama melakukan perencanaan. "Karena direncanakan sedemikian rupa, kami dikelabui. Selama 27 tahun berdiri, baru pertama kali terjadi kasus sadis seperti ini,” ujarnya kepada Tempo di pos keamanan sekolah tersebut.
Petugas keamanan, kata Cecep, merasa dikelabui karena pemeriksaan barang bawaan siswa tidak seperti memeriksa orang tidak dikenal. Petugas keamanan, kata dia, dinilai berpikir positif saat pemeriksaan barang milik siswa meski kemudian hal itu dimanfaatkan siswa.
Akibatnya, pisau yang dibawa AMR lolos karena diselipkan dalam lembaran buku. AMR tiba di asrama pukul 21.00 dan enam jam kemudian, pisau itu digunakan untuk membunuh Kresna Wahyu Nurrachmad. "Seluruh sistem akan kami kaji lagi, tapi belum dilakukan secara masif. Kami berencana memasang security gate biar isi tas bisa kelihatan,” katanya.
Baca juga:
Ketika Ponsel Membawa Maut di SMA Taruna Nusantara
Pembunuh Siswa Taruna Nusantara Ditahan di Polres Magelang
Di atas lahan seluas 27 hektare, kata Cecep, terdapat 30 asrama. Sebanyak 21 di antaranya diperuntukkan bagi siswa. Sedangkan 9 asrama lain diperuntukkan untuk siswi. Asrama siswa dijaga enam orang dan asrama siswi tiga orang dengan berkeliling. “Mereka yang berjaga adalah pensiunan dan ada bintara aktif dari Polri dan TNI. Setelah semalaman berjaga, besoknya mereka libur,” ujarnya.
Di pos pengamanan depan dijaga enam orang. Sedangkan di pos pengamanan belakang dijaga dua orang. Di wisma tamu terdapat tiga orang yang berjaga. Sedangkan satu orang bertugas sebagai operator. “Kalau sama dapur semalam, bisa sebanyak 30 orang yang berjaga,” katanya.
Dia menambahkan, hingga dua hari setelah peristiwa pembunuhan itu terjadi, pihak sekolah belum melakukan razia di setiap kamar siswa. Namun demikian, pihak sekolah melalui pamong secara rutin melakukan razia tiga hari sekali. Razia dilakukan dengan membuka lemari siswa dan tempat-tempat yang dirasa perlu diperiksa. “Selain merazia, kami juga menanyakan kondisi siswa seperti apa. Dari situ, kami tahu siapa yang sedih dan gembira,” ucapnya.
BETHRIQ KINDY ARRAZY