TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kembali membuka pembahasan rancangan undang-undang terorisme kepada publik. Salah satu peneliti ICJR, Erasmus Napitupulu menilai langkah tersebut berpengaruh positif pada langkah masyarakat dalam pengawalan pembahasannya.
"Kami masih menunggu itikad baik dari pemerintah dan DPR untuk melakukan pembahasan yang lebih mengakomodir hak korban di RUU Terorisme,” ujar Erasmus dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 31 Maret 2017.
Baca juga:
Pembahasan RUU Terorisme di Pansus DPR Mulai Alot ...
Pemerintah dan DPR saat ini sedang melakukan pembahasan Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Terorisme). Pembahasan saat ini sudah memasuki materi pasal dalam RUU Terorisme dan ditargetkan akan segera selesai tahun ini dan dilakukan pembahasan secara terbuka.
ICJR menilai daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disusun oleh DPR untuk menanggapi RUU Terorisme yang dibuat oleh pemerintah telah mengakomodir masukan dan rekomendasi yang dikirimkan ICJR sejak awal. Adapun gagasan yang telah diakomodir di antaranya adalah dikeluarkannya ketentuan syarat putusan pengadilan untuk kompensasi korban terorisme.
Baca pula:
Soal RUU Terorisme, Wiranto: Ada Tarik-Ulur Masalah Judul
Selain itu, ICJR juga pernah meminta pencantuman hak khusus mengenai bantuan medis yang bersifat segera dan pengaturan mekanisme rehabilitasi korban terorisme yang lebih spesifik utamanya terkait bantuan medis dan psikologis .
"Pencantuman lebih spesifik hak-hak korban tersebut sangat penting, utamanya terkait kebutuhan bantuan medis dan psikologis serta kompensasi,” ujar Erasmus.
Khusus untuk kompensasi, ICJR menyoroti lemahnya peran aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan dalam mengajukan hak kompensasi korban kepada hakim dalam tuntutan. Erasmus menilai kompensasi yang bergantung pada putusan pengadilan mengakibatkan tertundanya hak korban terorisme dipenuhi.
"Dalam hasil pemantauan yang dilakukan ICJR sejauh ini belum ada korban terorisme yang mendapatkan Hak Kompensasi oleh Pemerintah,” ujar Erasmus.
ICJR memberikan salah sau contohnya korban bom Sarinah pada awal 2016. Menurut Erasmus, sampai saat ini belum satupun putusan hakim yang mencantumkan hak kompensasi bagi para korban. "ICJR mendorong agar DPR segera mengubah ketentuan syarat putusan pengadilan untuk memenuhi hak kompensasi korban terorisme,” ujar Erasmus.
LARISSA HUDA