TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Suwarsono mengatakan bahwa kasus proyek pengadaan KTP Elektronik (KTP-E) yang saat ini dalam tahap persidangan merupakan ujian bagi KPK. "Kasus KTP-E adalah batu ujian bagi pimpinan," ucap dia di gedung KPK, Kamis 30 Maret 2017.
Menurut dia, kasus E-KTP ibarat 'bubur panas'. "Kalau ini hanya disantap pinggirnya saja maka model kejayaan KPK yang pernah diraih pada 2014 itu tidak akan pernah diraih kembali. Jadi ini momentum yang bisa positif dan negatif," tuturnya.
Sumarsono berpendapat, akhir 2014 merupakan salah satu puncak prestasi KPK sedangkan 2015 merupakan puncak prestasi terendah bagi KPK. "Ketika pimpinan KPK masuk pada 2016, ekspektasi masyarakat pada pimpinan baru ini rendah, meski pelan-pelan naik," tuturnya.
Baca: Sidang E-KTP, Novel: Miryam Mengaku Pernah Diancam 6 Anggota DPR
Dia menyatakan upaya pelemahan KPK itu sudah berkali-kali. Selama ini, ujar dia, KPK relatif berhasil selamat. Toh, Sumarsono mengingat ada peristiwa pada krisis yang dihadapi KPK pada 2015 yang membuatnya berpikir lembaga antirasuah itu hampir tidak selamat.
"Krisis 2015 itu khas, apa khasnya? Sering kami bergurau di dalam bersama teman-teman kalau mau melemahkan KPK itu jangan lakukan dari luar, mustahil anda berhasil. Masuklah ke dalam," ujarnya.
Sumarsono menuturkan, apabila pegawai KPK tidak solid atau justru ada konflik di dalamnya, hampir bisa dipastikan pelemahan KPK bisa berhasil. "Jadi jangan coba-coba lemahkan KPK dari luar, sudah banyak terbukti pada masa lalu tidak pernah berhasil."
Sebab, kata dia, selama ini publik dan pers membela KPK. Meski, dia menilai pada 2015 dukungan publik cukup lemah dibanding pada masa sebelumnya.
Baca: E-KTP, KPK: Miryam Ditekan Anggota Dewan
Mantan Ketua KPK Abraham Samad, pada kesempatan yang sama menilai bahwa upaya pelemahan lembaga antirasuah tidak hanya datang dari revisi Undang-Undang KPK.
"Namun bisa dari berbagai macam cara, maka yang dibutuhkan adalah soliditas pegawai KPK, baik penyidik dan pimpinannya," kata Samad.
Sementara itu, mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyarankan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghentikan sosialisasi terkait revisi Undang-Undang KPK.
"Revisi UU KPK ini sebaiknya dengan jiwa besar dari DPR itu segera dihentikan aktivitas sosial sosialisasinya," kata Busyro. Ia berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang dulu pernah menunda soal revisi UU KPK tersebut.
"Tapi akan lebih bagus lagi kalau Presiden menyatakan jadwal revisi UU KPK bukan ditunda tapi didrop saja dari daftar Prolegnas karena alasannya sama sekali tidak kuat," tutur dia.
Baca: Sidang E-KTP, Agus Marto Beber Peran Kemenkeu di Penganggaran
Apalagi, dia melanjutkan, revisi UU KPK diajukan bersamaan dengan kasus mega korupsi kasus E-KTP. "Ini menambah proses munculnya ketidakpercayaan publik terhadap DPR," kata Busyro.
ANTARA