TEMPO.CO, Drenpasar - Suasana ramai ribuan orang berkumpul di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan. Semua orang yang datang ingin menyaksikan tradisi Omed-omedan yang diadakan sehari setelah hari raya Nyepi umat Hindu di Bali.
Omed-omedan diwarisi sejak abad ke-17. Kini tradisi itu menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Tradisi itu hanya ada di Banjar Kaja, Desa Sesetan. Omed-omedan berarti tarik-menarik.
Baca Juga:
Baca juga:
Hari Raya Nyepi, Pesan Umat Hindu di Tahun Kaliyuga ...
"Dahulu tujuan Omed-omedan itu dimaknai sebagai perayaan kesenangan anak-anak muda setelah panen. Tradisi untuk merayakan kegembiraan dan rasa persaudaraan," kata Penglingsir Banjar Kaja Jro Wayan Sunarya, Rabu, 29 Maret 2017. "Peserta Omed-omedan semua masih lajang, paling muda umur 17 tahun."
Beberapa menit sebelum Omed-omedan dimulai, diadakan pementasan tarian barong bangkung. Saat itu para remaja Sekaa Teruna Satya Dharma Kerti mulai melakukan persembahyangan bersama di Pura.
Baca pula:
Umat Hindu Penjuru Nusantara Sambut Hari Raya Nyepi
Setelah sembahyang, barisan laki-laki dan perempuan dipisah. Masing-masing di antara mereka diangkat, kemudian dihadap-hadapkan. Aksi itu semakin menambah kemeriahan saat muda-mudi saling bertabrakan kemudian disiram air. Reaksi mereka pun berbeda-beda, ada yang sekedar memeluk, dan ada juga yang mencium pipi.
"Kami tegas mengatakan ini tradisi positif, bukan porno atau ciuman massal," ujar Sunarya.
Menurut dia, jika ada yang mencium bahkan sampai berciuman itu hanya spontanitas saja. Ia menambahkan bahwa itu sebagai ekspersi kegembiraan para muda-mudi di Banjar Kaja, Desa Sesetan. Di antara muda-mudi itu, tutur dia, ada yang menempuh pendidikan dan bekerja di luar Bali. Maka, bagi Sunarya, tak heran saat Nyepi semua berkumpul, ketika Omed-omedan saling melampiaskan kerinduan.
"Bukan nafsu, ada batasannya. Intinya berpelukan untuk merasakan kegembiraan," tuturnya. "Kalau zaman dulu hanya tarik-menarik saja."
Tubuh Putu Diah Ariastuti Sanjiwangi, 21 tahun, basah kuyup seusai Omed-omedan. Raut wajahnya gembira, walaupun ia masih terlihat lelah. "Ya terasa deg-degan, karena banyak orang yang nonton," katanya.
Saat Omed-omedan, Diah berpelukan dengan temannya. Ia pun tidak merasa canggung karena memaknai persaudaraan bersama teman-temannya di Banjar Kaja. "Pacar saya dari Ubud sekarang kuliah di Yogyakarta. Dia biasa saja saat saya Omed-omedan, tidak melarang (cemburu) karena ini tradisi, jadi sudah saling mengerti," tuturnya.
BRAM SETIAWAN