TEMPO.CO, Denpasar - Sekilas, tak ada yang istimewa dari empat ogoh-ogoh dalam satu rangkaian bertema Garuda Rijasa. Namun ogoh-ogoh kreasi pemuda Sekaa Teruna Dharma Laksana, Banjar Kaja, Desa Adat Panjer, Denpasar, itu mampu bergerak otomatis menggunakan teknologi sensor suara, melalui bunyi gamelan.
Rangkaian alat yang mampu menggerakkan ogoh-ogoh itu dirancang oleh Made Dwi Krisna Putra, 21 tahun. "Konsep sudah dibicarakan tahun lalu. Pembuatan tiga bulan dimulai awal tahun ini bulan Januari," katanya, Rabu, 22 Maret 2017. Ogoh-ogoh tersebut akan diarak keliling desa saat malam pengerupukan, satu hari menjelang perayaan Nyepi.
Ogoh-ogoh itu bisa menoleh, berkedip, dan berputar setengah lingkaran. Dwi menjelaskan, lebih dari 25 kabel yang menghubungkan aliran penggerak bagian ogoh-ogoh, yaitu power windo (leher, pinggang), wiper (mulut, sayap, ekor), dan servo (kedipan mata).
Ada empat pemuda yang terlibat dalam konsep perancangan ogoh-ogoh tersebut. Dwi bertugas sebagai mekanik dan perancang elektrik, dua orang bertugas merancang anatomi, dan satu orang untuk menangani konstruksi.
"Ini empat orang arsitek inti, kalau jumlah semua remaja yang mengerjakan berjumlah 200 orang," ujar mahasiswa semester enam Jurusan Teknik Elektro, Universitas Udayana itu.
Bahan-bahan untuk membuat ogoh-ogoh setinggi 5x4 meter itu tidak berbeda dengan yang lain, yakni bambu, kertas, kardus bekas, kain, dan kapas. Tetapi ada penambahan besi, kawat, kabel, lampu, dan bearing yang berfungsi sebagai penunjang gerakan dari ogoh-ogoh. Sedangkan alat yang dirancang untuk menggerakan ogoh-ogoh hanya berukuran 50x25 sentimeter.
"Biaya keseluruhan pembuatan ogoh-ogoh ini Rp. 28 juta. Khusus pembuatan alat kontrol yang saya rakit sendiri total Rp. 5 juta," tuturnya.
Menurut Dwi, ogoh-ogoh yang dibuat tahun ini merupakan pengembangan dari gagasan pada 2016. Menjelang Nyepi tahun lalu, ia merancang ogoh-ogoh bertema Sang Tiga Bucari yang bisa digerakkan menggunakan android melalui bluetooth. "Kami banyak dapat sindiran tahun lalu, sering dibilang itu ogoh-ogoh atau robot. Ya, karena memang cara kerja gerak persis kayak robot," katanya.
Dari sindiran itulah Dwi mulai mengkreasikan teknologi sensor suara. Biasanya ogoh-ogoh digerakkan dengan cara digoyang-goyangkan oleh orang-orang yang mengarak sambil diiringi suara gamelan Bali. Bagi dia, walaupun ogoh-ogoh karyanya menggunakan sistem teknologi canggih, tetapi tidak boleh kehilangan unsur tradisional.
"Kami ingin maju dengan teknologi. Maka ilmu yang dipelajari di kampus saya bawa ke organisasi banjar (sekaa teruna)," ucapnya.
Dwi menjelaskan sensor suara dibuat khusus hanya untuk merespon bunyi gamelan yang dimainkan oleh rekan-rekannya saja. Namun bukan hanya bunyi, tetapi juga irama dan tempo. "Ada sensor frekuensi yang sudah diatur, supaya pada saat arak-arakan tidak terpengaruh dengan suara gamelan lain," katanya.
BRAM SETIAWAN
Video Terkait:
Kirab Ogoh-ogoh Sedot Antusiasme Warga Yogyakarta
Umat Hindu Lakukan Ritual Melasti di Jolotundo