TEMPO.CO, Mojokerto - Ratusan warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, menggelar demonstrasi memperingati Hari Air Sedunia. Mereka melakukan aksi jalan kaki sejauh sekitar 3 kilometer menuju kantor Pemerintah Kabupaten Mojokerto di Jalan Ahmad Yani.
Mereka menuntut pemenuhan hak atas air bersih, yang selama ini tercemar limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari perusahaan pengolah limbah PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) di desa setempat. Sebelumnya, warga selama ini mengandalkan air tanah di sumur-sumur mereka untuk keperluan minum, memasak, mencuci, dan mandi.
Baca juga:
Air Sumur Warga Mojokerto Diduga Tercemar Limbah Beracun
Namun, akibat tercemar limbah B3, warga tak berani menggunakannya untuk minum, memasak, dan mandi. Sebab, telah banyak warga yang mengalami dermatitis atau peradangan kulit akibat kandungan logam berat di air sumur mereka. Jika dikonsumsi, air yang sudah tercemar logam berat itu bisa membahayakan organ dalam manusia.
"Kami meminta Pemkab Mojokerto menegakkan hukum dan memberi sanksi serta membekukan aktivitas operasional PT PRIA selama proses audit lingkungan oleh tim auditor independen yang ditunjuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Ketua Presidium Penduduk Lakardowo (Pendowo) Bangkit Nurasim, Rabu, 22 Maret 2017. Selain itu, meminta Pemkab Mojokerto melindungi warga dari ancaman gangguan kesehatan akibat air tanah di sumur mereka tercemar.
Baca pula:
Sumur Diduga Terkontaminasi, Warga Mojokerto Beli Air Bersih
Polemik pencemaran limbah B3 oleh PT PRIA di Desa Lakardowo sudah terjadi sejak 2013, tiga tahun setelah perusahaan mulai beroperasi pada 2010. Pencemaran diduga berasal dari berbagai jenis limbah B3, baik padat maupun cair, yang ditimbun tanpa izin di bawah tanah, tempat bangunan pabrik berdiri. Jumlahnya mencapai ribuan ton. Diduga lindi atau limbah tersebut merembes dan mencemari air tanah yang tertampung di sumur-sumur warga. PT PRIA menampung dan mendaur ulang limbah B3 dari perusahaan dan rumah sakit se-Jawa Timur serta beberapa daerah di Bali.
Berbagai pihak telah terlibat untuk mengatasi persoalan di Lakardowo ini mulai tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten, hingga pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Sebab, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, pengawasan dan penindakan terhadap perusahaan pengelola limbah B3 menjadi tanggung jawab Kementerian LHK.
Kini, warga menunggu proses audit lingkungan oleh tim auditor independen yang ditunjuk Kementerian LHK. Audit lingkungan ini merupakan rekomendasi dari rapat dengar pendapat Komisi Bidang Lingkungan Hidup DPR bersama pihak terkait, termasuk Kementerian LHK dan direksi PT PRIA pada Desember 2016 lalu.
Menanggapi tuntutan warga, Bupati Mojokerto, yang diwakili Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat Pemkab Mojokerto Agus M Anas, berjanji akan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Lakardowo. “Kami akan menerjunkan petugas Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan untuk melihat kembali kondisi di lapangan dan melakukan uji laboratorium,” katanya.
ISHOMUDDIN