TEMPO.CO, Palembang - Syamsul Huda, penasihat hukum Bupati Banyuasin nonaktif Yan Anton Ferdian meminta majelis hakim dan jaksa penuntut umum mempertimbangkan pengajuan kliennya menjadi justice collaborator (JC) kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada September lalu. Hal ini disampaikannya dalam nota pembelaan di hadapan mejelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palembang yang dipimpin Arifin. "Klien kami bersedia bersaksi untuk proses selanjutnya," kata Syamsul, Rabu, 22 Maret 2017.
Baca juga:
Kasus Suap, Bupati Banyuasin Yan Anton Dituntut 8 Tahun
Menurut Syamsul, Yan layak mendapatkan status JC karena telah berlaku kooperatif, sopan, dan jujur serta mengakui segala perbuatannya selama proses hukum berjalan. Selain itu, Yan bersedia bekerja sama dengan penyidik untuk mengikis kasus korupsi di Banyuasin. Status JC penting bagi bupati yang terseret kasus suap dan ijon proyek di dinas pendidikan setempat itu karena akan menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini. "Membebaskan seluruh dakwaan dan tuntutan atau dihukum seringan-ringannya," ujarnya.
Sementara itu, Roy Riady, jaksa KPK, menuturkan lima terdakwa dan satu terpidana kasus ini mengajukan diri menjadi JC. Kecuali Yan Anton, pimpinan KPK telah menyetujui permohonan itu. Menurut Roy, terancam ditolaknya pengajuan Yan Anton menjadi JC karena politikus Partai Golongan Karya ini merupakan pelaku utama, sedangkan bawahan dan rekanan proyek merupakan pihak yang ikut serta. "Untuk perkara ini, kami tidak pertimbangkan pengajuan menjadi JC-nya," kata Roy.
Baca pula:
Jaksa Tuntut 2 Tahun Penyuap Bupati Banyuasin Yan Anton
Meski demikian, untuk perkara lain, menurut Roy, bisa jadi KPK akan mempertimbangkannya. Sebagai pelaku utama, Yan Anton dituntut penjara paling lama 8 tahun dan dicabut hak politiknya untuk dipilih. Sedangkan empat terdakwa lain dituntut 5 tahun penjara. Adapun Zulfikar Muharrami, rekanan pemberi suap, telah divonis 18 bulan penjara.
Dalam sidang Senin, 20 Maret 2017, Yan Anton dituntut hukuman 8 tahun penjara dan pencabutan hak politiknya selama lima tahun setelah menjalani hukuman pokok. Yan juga didenda Rp 300 juta. Selain itu, sejumlah barang bukti, seperti sepeda motor Harley Davidson, perhiasan, dan mobil mewah, disita negara.
PARLIZA HENDRAWAN