TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Tenaga Kerja menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia membahas tindak pidana perdagangan orang pada tenaga kerja Indonesia. Hal itu dilakukan sebagai respons untuk menelusuri pelaku pengirim dan penjual para TKI secara ilegal di Malaysia.
“Intinya, kami sepakat ini harus menjadi gerak bersama hingga harus ada koordinasi,” kata Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri, Soes Hindharmo, kepada Tempo, Rabu 22 Maret 2017. “Kami sedang mencari siapa yang mengirim. Kalau perusahaan yang terdaftar, berarti dengan Kemnaker. Kalau bukan, berarti harus berurusan dengan polisi.”
Baca: KPK dan BNP2TKI Telusuri Celah Pengiriman TKI Ilegal
Praktek perdagangan orang dengan kedok pengiriman tenaga kerja Indonesia kembali terkuak dalam hasil investigasi majalah Tempo, pekan ini. Berdasarkan penelusuran, sepanjang 2015-2016, lebih dari 2.200 warga Nusa Tenggara Timur menjadi korban human trafficking oleh jaringan perekrut calon TKI di Kupang. Jaringan ini menyuplai tenaga kerja ilegal kepada minimal dua perusahaan induk berbeda, yaitu ManPower 88 milik Albert Tei dan NG Bersatu Sdn Bhd milik Oey Wenny Gotama.
Tempo mengantongi dokumen transaksi uang dari keduanya kepada para perekrut TKI di Medan dan Kupang. Tapi Albert dan Oey membantah terlibat dalam jaringan tersebut. “Saya tidak tahu soal kasus perdagangan manusia,” kata Oey, yang pernah diperiksa Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia.
Investigasi: Jaringan 'Mafia' Penjual Manusia
Rabu kemarin, Tempo juga menerima salinan surat pemanggilan kepada beberapa perusahaan pengirim tenaga kerja oleh Kementerian Tenaga Kerja. Dalam surat yang ditandatangani Soes, perusahaan dimintai keterangan tentang dugaan permasalahan yang dialami para TKI yang dikirimnya, seperti penahanan gaji, kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan waktu kerja yang berlebihan.
Baca: DPR Minta Pemberangkatan 30 WNI Diduga TKI Ilegal Diusut
Direktur Migrant Care Wahyu Soesilo mengatakan penelusuran pengirim TKI ilegal memang tak mudah karena kerap melibatkan aparat di tingkat desa asal, bahkan anggota keluarga korban. Beberapa masalah TKI yang sempat mencuat juga sangat jarang selesai hingga tuntas dengan pelbagai alasan.
“Seharusnya pemerintah bisa memberikan kejelasan pada setiap kasus. Jadi, tidak menimbulkan pertanyaan di masyarakat, apakah kasus itu kejahatan atau bukan,” ujar Wahyu.
Infografik: Berdagang Orang ke Malaysia
Aktivis International Organization of Migration, Anna Sakreti, juga memaparkan hanya 211 kasus pelanggaran hak TKI yang diusut tuntas sebagai tindak pidana selama 2016. Sebagian besar lainnya tidak dituntaskan karena disimpulkan sebagai permasalahan administrasi, seperti kesepakatan gaji atau waktu kerja. “Sebanyak 80 persen TKI yang dideportasi itu korban perdagangan manusia,” ujar Anna.
Baca: 8 TKI Brebes yang Ditangkap di Johor Mengaku Belum Digaji
Deputi Perlindungan BNP2TKI, Teguh Hendro Cahyono, mengatakan regulasi TKI saat ini memang masih lemah, termasuk tentang pengaturan proses perekrutan. Dia mengklaim saat ini pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tengah menyusun revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang akan memperketat proses dan pengawasan sejak perekrutan calon TKI di daerah. “Calo mendapat hingga US$ 6.000 per TKI yang dikirim ke Timur Tengah. Ini yang harus dilawan,” kata Teguh.
FRANSISCO ROSARIANS
Video Terkait:
Korban Perdagangan Manusia, 8 TKI Brebes Diselundupkan Lewat Laut
Investigasi Majalah Tempo: Perdagangan Manusia ke Malaysia