TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan menggunakan teknologi informasi untuk pengawasan obat dan makanan. "Kami akan menggunakan teknologi informasi untuk pengawasan rutin," kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito, Selasa, 21 Maret 2017, seusai rapat terbatas mengenai perlindungan konsumen di Kantor Presiden, Jakarta.
BPOM sedang menyiapkan aplikasi barcode di produk obat. Mendatang, aplikasi ini juga akan digunakan pada makanan. Dengan teknologi ini, kata Penny, akan bisa diketahui produk yang membahayakan konsumen. Dengan barcode, pengawasan bisa dilakukan bersama dengan masyarakat.
Baca:
Perpres dan Inpres Dipersiapkan untuk Perkuat BPOM
BPOM: Permen Dot Kantongi Izin, Tak Ada Bahan ...
Dalam rapat itu, kata Penny, Presiden memerintahkan agar BPOM untuk memperkuat sistem pengawasan obat dan makanan. Ini dilakukan terutama pada jajanan anak sekolah maupun di pasar. Sebenarnya program seperti itu sudah ada di BPOM, namun Penny berjanji akan lebih memperketat pengawasan. "Jadi intinya adalah pemerintah akan terus meningkatkan pengawasan mengenai perlindungan konsumen."
BPOM juga akan mengintensifkan penanganan pengaduan konsumen di masing-masing kementerian maupun di BPOM. Pengaduan konsumen harus mudah dilakukan. "Harus ada kepastian pengaduan akan ditanggapi," kata Penny.
Baca juga:
Kepala TN Karimunjawa Akui Tongkang Rusak Terumbu Karang
Gubernur Awang Faroek Akui Kenal Buron Kasus Pungli Samarinda
Saat membuka rapat, Presiden mengatakan konsumen Indonesia baru paham hak-hak sebagai konsumen, tapi belum mampu memperjuangkannya. Karena itu dia meminta agar edukasi dan perlindungan konsumen terus dilakukan. "Konsumen Indonesia baru pada tahap paham haknya, tapi belum mampu memperjuangkan haknya sebagai konsumen," kata Presiden.
Presiden menjelaskan dalam laporan yang diterimanya, indeks kepercayaan konsumen (IKK) Indonesia pada 2016 masih rendah yaitu 30,86 persen atau sampai level paham. Angka ini jauh dibandingkan IKK Eropa yang sudah mencapai 51,31 persen.
Selain itu, perilaku pengaduan konsumen Indonesia juga masih rendah. Saat ini pengaduan konsumen secara rata-rata masih 4,1 pengaduan dari 1 juta penduduk. Sedangkan di Korea Selatan, ada 64 pengaduan konsumen di setiap 1 juta penduduk.
Jokowi memnta perlindungan konsumen juga harus menjadi perhatian. "Ini sangat terkait dengan kehadiran negara untuk melindungi konsumen secara efektif." Efektivitas perlindungan negara, kata dia, bisa dilihat dari sejauh mana norma dan aturan bisa dipenuhi dan dipatuhi para produsen, serta sejauh mana pengawasan dan penegakan hukum berjalan efektif.
Jokowi menyebut contoh yang menunjukan tingkat kepatuhan produsen terhadap standar produk SNI yang masih rendah. Sebab, hanya 42 persen barang yang beredar sesuai dengan SNI. Karena itu dia meminta lembaga-lembaga perlindungan konsumen bekerja keras sehingga kehadiran mereka bisa dirasakan masyarakat.
AMIRULLAH SUHADA