TEMPO.CO, Jakarta - Sepekan lebih petani asal Kendeng melakukan aksi menyemen kakinya di depan Istana Kepresidenan. Hari ini, aksi itu membuat banyak orang terkejut campur prihatin. Sebab, salah seorang peserta aksi, Patmi, 45 tahun, meninggal diduga akibat serangan jantung.
Dokter spesialis saraf Universitas Katolik Atmajaya, Yuda Turana, mengatakan aksi memasung kaki menggunakan semen bisa berakibat pada kerusakan jaringan kulit dan mengganggu aliran darah. “Kaki di semen akan mengganggu kesehatan kulit dan oksigenasi ke kulit serta memperlambat aliran darah ke kaki,” ucap Yuda saat dihubungi Tempo, Selasa, 21 Maret 2017.
Baca: Patmi, Petani Kendeng Peserta Aksi Dipasung Semen
Bahkan, ujar Yuda, pemakaian semen yang terlalu rekat bisa berdampak pada kerusakan atau kematian jaringan. “Kalau pas disemen kakinya masih bergerak-gerak, artinya ada rongga, sehingga semennya tidak terlalu mencengkeram kaki. Itu tidak masalah," tuturnya.
Yuda berpendapat, efek itu hanya akan terjadi pada area kulit kaki dan tidak akan menjalar ke mana-mana. “Kemungkinan kerusakan jaringan ada. Itu yang paling mungkin. Apakah pembekuan itu bisa menjadi sumber koagulasi, sehingga menyebabkan stroke atau penyakit apa, saya rasa terlalu jauh,” kata Yuda.
Dokter spesialis ortopedi, Briliantono, sependapat dengan Yuda. Menurut Briliantono, aksi pasung kaki dengan semen hanya akan berdampak jika semen mengenai kulit. Jika kulit tak bersentuhan langsung dengan semen, itu tidak akan memberikan pengaruh apa-apa.
“Enggak ada masalah. Sama saja kamu patah tulang di gips seminggu, dua minggu, sebulan, ya enggak apa-apa,” ucap Briliantono. Menurut Briliantono, efek paling parah yang bisa terjadi jika semen mengenai kulit adalah melepuh dan keras. “Kalau kena kulit, kulitnya melepuh, kan semennya nempel. Kalau ada kontak langsung, ya paling parah kalau kena kulit, kulitnya keras,” ujar Briliantono.
Baca juga: Curhat Petani Kendeng dalam Aksi Semen Kaki di Depan Istana
Parmi, peserta aksi #DipasungSemen2 yang juga petani Kendeng, tak bisa lagi meneruskan perjuangannya menolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Pukul 02.55, Selasa, 21 Maret 2017, perempuan Kendeng itu meninggal diduga karena serangan jantung.
MAYA AYU PUSPITASARI