TEMPO.CO, Medan - Masuknya perusahaan tambang ke wilayah hutan adat dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat adat. Dewan Pemuda Adat Nusantara region Kalimantan, Modesta Wisa, mencontohkan masyarakat adat di Kalimantan Barat kini terancam oleh masuknya perusahaan-perusahaan pertambangan di wilayahnya.
“Samabue situasinya berbahaya. Ada dua perusahaan tambang bauksit,” kata Wisa dalam agenda Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Medan, Kamis, 16 Maret 2017. Masuknya perusahaan tambang dianggap hanya akan merusak wilayah lahan kawasan Bukit Samabue, yang memiliki luas 1.214 hektare.
Baca: Ini Penyebab Tambang Timah Liar Masih Eksis di Pulau Bangka
Menurut Wisa, perusahaan tambang telah mengklaim tanah seluas 874 hektare. Mereka masih mengantongi izin sejak 2010. Padahal bukit tersebut menjadi sumber mata air dan kehidupan warga Samabue. Apalagi, kata Wisa, eksplorasi bauksit di sana dilakukan tanpa pemberitahuan kepada ketua adat. Tak ada pula pertemuan membahas rencana usaha bersama para ketua adat.
Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara Jhontoni Tarihoran menganggap penguasaan wilayah adat oleh perusahaan akan menghilangkan pengetahuan dan jati diri masyarakat adat. Masyarakat adat hanya akan menjadi korban.
Meski begitu, Jhontoni mengatakan tidak anti terhadap perusahaan tambang. Namun ia mengharuskan perusahaan tersebut memikirkan keberlanjutan masyarakat adat dan wilayahnya. “Kalau kami dilibatkan mulai perencanaan, tentu akan ada titik temu karena itu wilayah kami,” kata dia.
DANANG FIRMANTO