TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), pada Rabu, 15 Maret 2017, memeriksa mantan Dewan Pengawas Dana Pensiun PT Pertamina (Persero), Harry Poernomo, sebagai saksi dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun yang merugikan keuangan negara Rp 1,4 triliun.
"Yang bersangkutan dalam pemeriksaan selaku dewan pengawas tidak pernah menyetujui rencana pembelian saham ELSA," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M. Rum di Jakarta, Rabu, 15 Maret 2017.
Baca juga: Dana Pensiun Pertamina Beli Emiten Properti Rp 800 Miliar
Dalam kasus itu, penyidik sudah menetapkan tersangka dan menahan Presiden Direktur Dana Pensiun PT Pertamina (Persero) tahun 2013-2015, Muhammad Helmi Kamal Lubis.
Penetapan tersangka terhadap Muhammad Helmi Kamal Lubis itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-02/F.2/Fd.1/01/2017 tanggal 9 Januari 2017.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menambahkan sampai sekarang penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 23 saksi.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah menjelaskan penyidik telah menemukan bukti yang kuat keterlibatan Helmi dalam kasus tersebut hingga ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan.
Simak pula: Dana Pensiun Pertamina Akuisisi 8 Persen Saham Sugih Energy
Menurut Arminsyah, modus yang dilakukan oleh tersangka yakni menggunakan dana pensiun untuk membeli saham yang tidak 'liquid' berupa saham ELSA (PT Elnusa Tbk), KREN (PT Kresna Graha Investama), SUGI (PT Sugih Energy Tbk), dan MYRX (PT Hanson International Tbk). "Harganya setiap sahamnya sekitar Rp 800 miliar, totalnya Rp 1,4 triliun," katanya.
Ia menegaskan audit kerugian negara sampai sekarang masih diproses. "Sebenarnya sudah ada, tinggal resminya saja," ujarnya.
Dikatakan Arminsyah, tersangka sampai sekarang baru satu orang, namun tidak tertutup kemungkinan akan adanya tersangka baru sejauh mana ada perkembangan baru dari penyidikan.
"Jadi intinya kasus ini, keliru dalam membeli dana itu. Kalau Bahasa Betawinya bilang barang butut dibeli," kata Arminsyah.
ANTARA