TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini bisa membuktikan peran terdakwa dalam perkara suap proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP, yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, kelak, pengadilan mampu mengungkap perbuatan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan, Sugiharto, dalam skandal ini. "Kami sangat yakin. Kami sudah mendalami kasus ini tiga tahun," kata Saut di Jakarta, Ahad, 12 Maret 2017.
Baca: Menteri di Kasus E-KTP, Jokowi: Utamakan Praduga Tak Bersalah
KPK telah menelisik kasus e-KTP dengan nilai proyek Rp 5,84 triliun sejak 2014. Selama pemeriksaan terhadap Irman dan Sugiharto, komisi antirasuah sudah memanggil 294 saksi dari berbagai kalangan. Mulai pejabat pemerintah, mantan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, serta pengusaha pemenang proyek e-KTP dari konsorsium Perum Percetakan Negara RI.
Menurut Saut, seluruh dugaan peran Irman dan Sugiharto yang ada dalam dakwaan dan bukti-buktinya akan dibacakan dalam persidangan. Seperti Saut, Ketua KPK Agus Rahardjo juga meyakini Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan membuktikannya. "Ikuti saja proses di pengadilan," kata Agus. Pengadilan Tipikor akan kembali menggelar sidang pada Kamis, 16 Maret, dengan agenda pemanggilan saksi.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK pada Kamis, 9 Maret, Irman dan Sugiharto disebut bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek e-KTP.
Baca: Kasus E-KTP, ICW Minta KPK Jerat Aktor Krusial
Irman dan Sugiharto melakukannya bersama pengusaha Andi Agustinus, Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia Isnu Edhi Wijaya; mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni; mantan Ketua Fraksi Golkar, Setya Novanto; dan Ketua Panitia Pengadaan Jasa di Dirjen Dukcapil pada 2011, Drajat Wisnu Setyawan.
Irman dan Sugiharto juga disebut memperkaya lima orang tersebut dan puluhan orang lain yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri, Dewan Perwakilan Rakyat, pengusaha, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kementerian Keuangan. Dakwaan menyebutkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat itu mendapatkan Rp 43,65 miliar, yang terdiri atas US$ 4,5 juta dan Rp 50 juta.
Irman dan Sugiharto juga mendapat bagian. Irman diduga menerima Rp 10,86 miliar, yang terdiri atas US$ 877.700, Rp 2,3 miliar, dan Sin$ 6.000. Adapun Sugiharto Rp 3,4 miliar. Keduanya mendapatkan fulus guna mengamankan proyek ini dan memastikan kemenangan konsorsium PNRI.
Baca juga: Anggota DPR Minta KPK Jerat Gamawan Fauzi dalam Kasus E-KTP
Dakwaan menyatakan Irman meminta bantuan Andi dan Setya untuk memastikan anggaran e-KTP. Irman juga mengadakan rapat di ruangan Setya hingga di sebuah hotel. Adapun Sugiharto beberapa kali membagikan uang yang didapat dari Andi agar proyek ini tidak dipersulit para legislator.
Kuasa hukum Irman dan Sugiharto mengatakan kliennya sudah memberitahukan apa yang diketahuinya kepada KPK. Kedua kliennya juga telah mendaftarkan diri sebagai justice collaborator. Salah satu syaratnya adalah mengakui perbuatan. Kedua terdakwa pun telah mengembalikan uang tersebut. Irman telah mengembalikan US$ 300 ribu atau sekitar Rp 4 miliar serta Rp 50 juta, sedangkan Sugiharto Rp 270 juta. "Sisanya tinggal pembuktian di pengadilan," ujar dia, Jumat, 10 Maret 2017.
HUSSEIN ABRI DONGORAN