TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menegaskan bahwa lembaganya tak dapat diawasi lembaga mana pun, termasuk Komisi Yudisial. Menurut Arief, ketentuan itu didasari Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006.
Arief berpandangan bahwa MK sebagai lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari intervensi tak seharusnya diawasi. "Sudah sangat jelas. Berdasarkan putusan tersebut, dengan menggunakan tafsir sistematik maupun original intent, MK tak dapat diawasi oleh KY," katanya dalam diskusi publik MK di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Maret 2017.
Baca : KPK Periksa Lima Saksi Suap Patrialis Akbar
Dia pun berujar, tak ada istilah “mengawasi” dalam Undang-Undang 1945 yang terkait dengan MK. Terminologi yang digunakan, kata dia, adalah “menjaga”. "Dalam hal ini, hakim konstitusi haruslah dijaga kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilakunya, bukan diawasi," ujar Arief.
Meskipun begitu, Arief memastikan pihaknya terbuka atas saran dan masukan dari pihak lain dalam rangka pembenahan MK. "Saran dan masukan sangat penting untuk membangun mentalitas yang memaksimalkan kontrol dan koreksi diri," tuturnya.
Desakan pengawasan eksternal terhadap MK sebelumnya deras mengalir, salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK. Pengawasan itu dianggap penting menyusul kasus suap hakim konstitusi yang terjadi hingga dua kali.
Koalisi itu pun memandang KY sebagai lembaga yang tepat mengawasi peradilan semacam MK. Namun perwujudan fungsi pengawasan eksternal terhambat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 dan Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006.
YOHANES PASKALIS
Simak pula: Nama-nama Besar dalam Suap E-KTP, Ada Gamawan dan Yasonna Laoly