TEMPO.CO, Surakarta - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebutkan 1,6 juta rumah di provinsi itu masuk dalam kategori rumah tidak layak huni. Dia juga menyebut keuangan daerah tidak akan mampu mengatasi persoalan tersebut.
"Kemampuan keuangan kami hanya terbatas," katanya saat ditemui di Surakarta, Selasa 7 Maret 2017. Setiap tahun, Pemprov Jawa Tengah hanya bisa membantu perbaikan rumah tidak layak huni sebanyak 20 ribu unit.
Baca juga: Ganjar: Banyak Pejabat Jateng Belum Deklarasikan Harta
Sedangkan pemerintah kota dan kabupaten di provinsi itu juga memiliki program serupa. Namun, sama halnya dengan provinsi, pemerintah kota dan kabupaten juga memiliki kemampuan keuangan yang terbatas. "Tetap sulit terkejar," katanya.
Menurut Ganjar, pihaknya tidak bisa mengandalkan pola penganggaran yang konvensional untuk mengatasi persoalan sosial itu. "Harus ada terobosan-terobosan baru," katanya.
Baca pula:
Ganjar Ingin Bank Danai Perbaikan Rumah Tak Layak
Gubernur Ganjar Terbitkan Izin Operasi Pabrik Semen .
Salah satunya, pihaknya tengah melakukan pendekatan dengan sejumlah perbankan untuk bisa mengucurkan kredit untuk perbaikan rumah tidak layak huni. "Tentunya dengan skema bunga yang sangat rendah," katanya. Tujuannya, agar masyarakat dari kalangan tidak mampu bisa mangaksesnya tanpa terbebani bunga yang besar.
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong perbankan menyediakan kredit berbunga rendah itu. "Kami berharap OJK bisa menyusun skemanya," kata dia.
Baca: Korupsi E-KTP, Ganjar Pranowo Bantah Terima Uang
Salah satu sumber yang sangat diharapkan adalah Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan swasta. "Swasta harus ikut membantu," katanya.
Hanya saja, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola dana CSR dalam program pembangunan. Komisioner KPK Saut Situmorang menyebut pemberian dana CSR dari perusahaan swasta rawan bersinggungan dengan konflik kepentingan.
Apalagi, kebanyakan dana CSR itu tidak masuk dalam keuangan daerah. "Biasanya, dana di luar APBD itu sulit dikontrol," kata Ganjar Pranowo. Lembaga legislatif kehilangan fungsi pengawasan dalam proyek-proyek yang menggunakan dana CSR dari swasta.
AHMAD RAFIQ