TEMPO.CO, Yogyakarta - Peristiwa bukit longsor di Dusun Jentir, Desa Sambirejo, Kecamatan Ngawen, Gunungkidul, yang menewaskan dua warga akhir pekan lalu, diduga akibat aktivitas penambangan liar oleh sebuah perusahaan swasta.
Penjabat Sekretaris Daerah DIY Rani Sjamsinarsi menyatakan pemerintah daerah memang telah memberikan izin kepada perusahaan yang beroperasi di area longsor, tapi bukan izin pertambangan. “Kami memang keluarkan izin, tapi namanya izin khusus penjualan karena itu bukan area penambangan," ujarnya, Senin, 6 Maret 2017.
Baca juga: Bukit di Gunung Kidul Longsor, Dua Tewas Tertimbun
Pascalongsor, pihak kepolisian Gunungkidul dikabarkan menyelidiki sebuah perusahaan bernama CV Utami yang bergerak di bidang penjualan batu dan material. Penyelidikan dilakukan untuk menemukan bukti apakah ada praktek pertambangan ilegal tanpa izin sehingga memicu longsor bukit itu.
Rani menambahkan, pemerintah DIY mengeluarkan izin setelah perusahaan bersangkutan di area itu mengajukan permohonan dengan alasan membuat kawasan permukiman. Menurut Rani, izin penjualan itu layaknya izin pembangunan hotel. Meski bukan masuk area pertambangan, tetap harus ada izin ketika perusahaan mengambil material untuk membangun basement hotel.
"Sebab IMB (izin mendirikan bangunan) pun sudah ada, elevasi lahan juga sudah ada, jadi kami keluarkan izin penjualan itu," kata Rani.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku belum mendapatkan laporan utuh soal penyebab longsor yang terjadi di Gunungkidul dan memakan korban itu. "Saya belum tahu persis longsor tebing itu diakibatkan penambangan atau hujan yang memicu retakan bebatuan. Sebab, tanah di sana kan pasir," kata Sultan.
Menyikapi bencana yang memakan korban jiwa itu, Sultan menginstruksikan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menggunakan dana darurat untuk penanganan awal bencana.
Sultan belum mau berkomentar apakah kejadian longsor tersebut akan membuat rencana penambahan kawasan penambangan di Gunungkidul ditunda. "Saya belum tahu rencana penambangan ditambah di mana," ujar Sultan.
Sebelumnya, pada pertengahan Februari 2017 lalu, pemerintah DIY dan Kabupaten Gunungkidul telah bersepakat mensinkronkan regulasi antara provinsi dan kabupaten seiring adanya rencana penambahan kawasan baru untuk area pertambangan.
Kepala Badan Lingkungan Hidup DIY Joko Wuryantoro menuturkan, selama ini, di Kabupaten Gunungkidul sudah ditetapkan sembilan kawasan peruntukan pertambangan (KPP). Ketentuan itu diatur sesuai dengan Perda Kabupaten Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010-2030.
“Sekarang, dari provinsi kan menambah tiga kawasan pertambangan sehingga perlu ada penyesuaian regulasi, khususnya di perda tata ruang,” ujar Joko.
Saat ini, KPP Gunungkidul masih tetap tersebar di 9 kawasan dengan luas sekitar 2 ribu hektare lebih. Kawasan itu meliputi kawasan pertambangan Playen, Gedangsari, Patuk-Nglipar, Karangmojo-Nglipar-Wonosari, Semin-Ngawen, Panggang, Tepus, Semanu, dan Ponjong-Semanu Selatan-Paliyan. Setiap kawasan pertambangan tersebut terdiri atas beberapa desa.
PRIBADI WICAKSONO
Simak: Kasus Makar, Polda Metro: Kekurangannya, Penyidik Yang Tahu