TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sedang mengembangkan sistem algoritma yang akan mengecek kegandaan data biometrik kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. Selama ini, pengecekan menggunakan sistem Biomorf Middleware yang dikembangkan PT Biomorf Lone Indonesia, perusahaan asal Amerika Serikat.
“Algoritma yang kami kembangkan akan mengganti punya mereka,” kata Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT, Michael Andreas Purwoadi, Senin 6 Maret 2017.
PT Biomorf Lone Indonesia adalah subkontraktor untuk konsorsium proyek KTP elektronik. Perusahaan ini menyediakan sistem perekaman data biometrik penduduk, mengecek data ganda, dan menyimpannya di basis data. Mereka mengaku belum dibayar Rp 48 miliar oleh konsorsium untuk pekerjaan utama serta Rp 540 miliar untuk pekerjaan tambahan dan perawatan sistem KTP elektronik selama dua tahun. Karena itu, perusahaan itu menolak bekerja sejak awal 2017.
Baca: Proyek E-KTP, Dakwaan Sebut 40 Penerima Suap. Siapa Saja?
Purwoadi menjelaskan, bila sistem Biomorf Middleware tak aktif, sidik jari penduduk yang direkam dari kelurahan atau kecamatan tak bisa dibandingkan dengan sidik jari 160 juta penduduk lain. Akibatnya, data ganda berpotensi muncul dalam basis data sehingga KTP elektronik menjadi tidak berguna. Setiap harinya, 10 ribu sidik jari baru antre dalam sistem untuk pengecekan data ganda.
BPPT mengembangkan algoritma pengganti itu sejak 2015, ketika permasalahan Biomorf dengan Kementerian Dalam Negeri pertama kali mengemuka. “Transfer of knowledge antara Biomorf dan Kementerian tak berjalan,” kata Purwoadi.
Pada pertengahan 2017, peneliti BPPT akan menguji coba algoritma itu untuk pertama kali. Namun, kata Purwoadi, bila berfungsi, permasalahan dengan Biomorf bukan berarti selesai. “Kami baru mengembangkan satu subsistem, masih ada beberapa subsistem lainnya agar KTP elektronik ini jalan sesuai rencana awal,” ujar dia.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Zudan Arif Fakhrullah, berpendapat seharusnya Biomorf menyerahkan seluruh akses pengecekan data ganda sistem KTP elektronik kepada Kementerian Dalam Negeri pada 2015 ketika kontrak dengan konsorsium usai. Nyatanya, ada masalah pembayaran yang belum dilunasi konsorsium. “Tapi itu bukan urusan kami dong. Biomorf melanggar hukum kalau tidak memberikan ke kami,” kata dia. “Tapi itu tidak pernah saya soal karena kami punya etika.”
Baca juga: Misteri Keluarga Prancis Hilang, Ternyata Dibunuh Kerabat
Zudan mengatakan kerja sama dengan BPPT menjadi salah satu solusi agar pemerintah mandiri dalam merawat dan mengembangkan sistem KTP elektronik. Kementerian tak akan membayar uang yang diminta Biomorf karena seluruh pembayaran dengan konsorsium sudah lunas.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarief mengatakan uang pembayaran Biomorf sebenarnya sudah dibayarkan, namun dikorupsi. Kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
INDRI MAULIDAR