TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri tak mau terburu-buru melelang paket dukungan teknis tahunan (annual technical support/ATS) untuk perawatan dan pemeliharaan sistem e-KTP. Kementerian masih akan memantau perkembangan persidangan perkara dugaan korupsi proyek e-KTP yang akan dimulai pada Kamis pekan depan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Zudan Arif Fakhrulloh, mengatakan nilai ATS dan perawatan tahunan mencapai 20 persen dari total nilai proyek e-KTP ketika dimulai enam tahun silam. "Kalau proyeknya ternyata di-mark-up, kan seharusnya biaya ATS turun," kata Zudan kepada Tempo, 3 Maret 2017.
Menurut dia, Kementerian sedang meminta pendapat sejumlah lembaga, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), serta Badan Pemeriksa Keuangan, untuk memperoleh nilai yang layak buat perawatan tahunan sistem e-KTP.
Baca: Dakwaan e-KTP Urai Peran Bekas Sekjen
Sistem e-KTP kini dalam sorotan. PT Biomorf Lone Indonesia, perusahaan subkontraktor penyedia perangkat lunak dan server proyek ini, menyatakan tak mau lagi memberikan layanan teknis sistem tersebut. Mereka menuntut pemerintah dan konsorsium Perum Percetakan Negara RI--pemenang proyek e-KTP--membayar kekurangan pembayaran yang jika ditotal mencapai Rp 590 miliar. Persoalan tersebut berujung pada kekhawatiran sejumlah kalangan terhadap keamanan data e-KTP.
Baca Juga:
Zudan membenarkan, perawatan perangkat lunak sistem e-KTP dikerjakan Biomorf hingga 2015. Semula, Kementerian hendak melelang paket pekerjaan ATS tahun lalu. Namun lelang urung dilaksanakan karena Biomorf menawarkan harga terlalu tinggi, yaitu Rp 140 miliar per tahun.
Akibatnya, Zudan mengklaim Kementerian memperbaiki sendiri Automated Biometric Identification System (ABIS)--sistem untuk merekam, mengecek ketunggalan, dan menyimpan data biometrik penduduk. “Kami perbaiki sendiri, tergantung kerusakan," ujarnya.
Baca: Sebut Nama Besar, KPK: Dakwaan Kasus E-KTP akan Mengejutkan
PT Biomorf Lone Indonesia mengklaim sebaliknya. Presiden Direktur Kevin Johnson mengatakan perusahaannya sempat bekerja “sukarela” untuk Kementerian Dalam Negeri merawat sistem ABIS hingga 2016, meski kesepakatan harga untuk lelang layanan ATS tak tercapai. “Kami kadang tetap membantu merawat ABIS kalau ada permintaan dari Kementerian dan berharap dibayar belakangan,” ujarnya. “Soalnya, kalau sistem ini rusak, fungsinya bisa berhenti.”
Menurut Johnson, ketika lelang tahun lalu, Biomorf kesulitan memenuhi permintaan Kementerian Dalam Negeri dan LKPP agar proposal harga mencantumkan perhitungan secara rinci, termasuk jumlah kejadian kerusakan atau gangguan sistem yang bakal terjadi. “Kami kesulitan dengan syarat semacam itu, karena ini sistem teknologi informatika yang rumit dan unik. Mana bisa diprediksi,” kata Johnson, Kamis 2 Maret 2017 lalu.
Baca: Sistem E-KTP Disebut Terancam Lumpuh, Ini Tanggapan Kemdagri
Kepala LKPP Agus Prabowo sepakat dengan keputusan pemerintah menunggu persidangan korupsi e-KTP untuk menggelar lelang ATS. Apalagi, kata dia, Biomorf tak transparan soal untuk apa saja harga Rp 140 miliar per tahun yang mereka tawarkan. “Prinsip pengadaan itu harus jelas,” kata Agus.
HUSSEIN ABRI
Video Terkait:
Berkas Kasus Korupsi Pengadaan e-KTP Siap Disidangkan
Terkait Kasus E-KTP, Anggota DPR Ade Komarudin Diperiksa KPK
Anas Urbaningrum Diperiksa KPK Terkait Proyek E-KTP