TEMPO.CO, Lhokseumawe - Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Advokasi Rakyat (YARA) mempersoalkan penembakan yang dilakukan polisi terhadap Muklis Adi, 35 tahun Geuchik/Kepala Desa Blang Rambong, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur. Muklis ditembak polisi hingga tewas gara–gara dituding sebagai bandar sabu-sabu.
“Tudingan Geuchik bandar sabu, hingga dia tewas ditembak banyak kejanggalan. Banyak warga menyaksikan kejadian itu. Kita akan melaporkan kejadian ini ke Polda Aceh,” kata Basri perwakilan Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Advokasi Rakyat (YARA) di Aceh Timur kepada TEMPO. Rabu, 1 Maret 2017.
Basri mengisahkan kejadian tersebut terjadi, Jumat, 24 Februari 2017, di Gampong/Desa Seuneubok Benteng. Awalnya Muklis yang berada di rumahnya di Blang Rambong, setelah salat Ashar mendatangi dua lelaki yang menunggunya. Dua orang tersebut kemudian diketahui sebagai anggota polisi.
Pertemuan itu berlangsung di warung Gampong. Mereka bertiga duduk ngobrol berhadapan. Setelah beberapa menit, dari arah Kota Idi datang sebuah sepeda motor yang dikenderai lelaki berboncengan. Kemudian disusul satu mobil minibus yang di dalamnya anggota polisi. Beberapa orang turun, kemudian mereka menghampiri Geuchik Muklis, dengan menodongkan senjata. Geuchik Muklis diminta angkat tangan.
“Kesaksian warga saat itu Pak Geuchik bangun, dan bertanya, 'Apa salah saya?' Kemudian polisi yang menodong pistol tersebut memerintah lagi, 'Tiarap kamu.' 'Itu sabu dalam mobil,' kata anggota polisi itu,” kata Basri menirukan kesaksian warga yang menyaksikan adegan itu.
Geuchik Muklis Adi masih tetap tenang, dan tak mau didekati oleh anggota polisi tersebut. Geuchik Muklis bergerak mundur dan bergeser- mengelak hingga sampai di belakang kedai.
“Saat itulah Geuchik ditembak kemudian terjatuh ke sawah. Saat itulah polisi memperlihatkan sabu–sabu sekitar 1 ons yang diambil dari mobil. Anggota polisi juga meminta warga. 'Bila ada yang tanya, bilang kami dari Polda ya',” ujar Basri lagi menirukan kesaksian yang disampaikan warga.
Korban mengalami luka tembak di paha dan bahu kiri. Untuk mendapatkan pertolongan medis, korban dilarikan ke rumah sakit Graha Bunda, di Kota Idi. Sampai di sana, rumah sakit swasta tersebut tak sanggup menangani luka parah yang diderita Muklis.
Akhirnya mereka membuat rujukan ke RSU Zainoel Abidin Banda Aceh, 7 jam perjalanan dari Idi, Aceh timur. Namun baru 2 jam perjalanan tepatnya di Panton Labu, Kabupaten Aceh Utara, korban menghembuskan nafas terakhir dalam kondisi tangan masih terborgol.
Anwar, 31 tahun, adik kandung korban, membantah abang kandungnya disebut bandar narkoba. Ia mengungkapkan sejumlah keanehan terjadi dalam peristiwa kematian abangnya, seperti usai visum jenazah di RSUD Cut Meutia Lhokseumawe. Di sana polisi meminta keluarga untuk menandatangani surat pernyataan bahwa korban adalah bandar narkoba.
“Kami keluarga tidak mau menandatanganinya, saksi mata, narkoba tak ditemukan sama dia,” kata Anwar.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh, Kombes Pol Goenawan, SH dikonfirmasi TEMPO terkait dengan tindakan polisi yang telah menyebabkan Geuchik Muklis Adi meninggal. “Masih dalam proses, tunggu hasilnya ya," kata dia.
IMRAN. MA