TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Panitia Seleksi Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono menyampaikan bahwa ada yang berbeda dari syarat menjadi calon hakim MK saat ini. Dalam hal jenjang pendidikan, kata dia, calon hakim MK atau pendaftar harus bergelar S-3 atau doktor.
”Satu hal yang barangkali sekarang harus dibedakan adalah gelar doktor harus,” ujar Harjono saat memberikan keterangan pers di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa, 28 Februari 2017.
Baca: Pengganti Patrialis, Ketua Pansel Hakim MK: Baru 3 yang Mendaftar
Meski harus bergelar doktor, kata Harjono, bukan berarti subyek pendidikan yang diambil harus linear di bidang hukum. Sebaliknya, calon hakim MK hanya perlu gelar sarjananya yang di bidang hukum.
Sebagai contoh, apabila seorang calon hakim MK atau pendaftar memilih gelar sarjana di bidang hukum, master di bidang ekonomi, serta doktoral di bidang politik, ia tetap memiliki hak untuk mendaftar. Lagi pula, komponen utama bukanlah subyek pendidikan master dan doktoral yang diambil.
”Kami harus mencari calon yang sesuai dengan harapan masyarakat, terutama dalam hal integritas,” Harjono menegaskan.
Simak: Begini Proses Pemilihan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar
Perihal integritas, Harjono menyampaikan bahwa pansel hakim MK akan melibatkan berbagai lembaga lain. Beberapa di antaranya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial. Tujuannya, agar bukan hanya pendidikan calon yang diteliti, melainkan juga latar belakang integritasnya.
”Nanti kami juga minta bantuan Kepolisian dan Badan Intelijen Negara,” ujar Harjono.
Sebagaimana telah diberitakan, pansel hakim MK saat ini tengah mencari hakim untuk menggantikan Patrialis Akbar. Patrialis diberhentikan secara tak terhormat dari Mahkamah Konstitusi karena ketahuan menerima suap terkait dengan uji materi UU Peternakan.
ISTMAN MP