TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat harus terus menerus melakukan sosialisasi kepada warga terhadap dampak negatif kabut asap akibat kebakaran hutan lahan terhadap anak-anak.
“Dari kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi, sangat berdampak pada kesejahteraan anak, terutama kesehatan dan pendidikan,” kata Deputi Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny Rosalin.
Baca juga: 189 Ribu Hektare Hutan Jambi Hilang dalam 4 Tahun
Pernyataan Lenny disampaikan dalam lokakarya bertema “Analisa Kebijakan Publik atas Dampak Kebakaran Hutan Lahan terhadap Kesejahteraan Anak,” di Jakarta, Senin, 27 Februari 2017. Acara ini diadakan KPPA bersama dengan Wahana Visi Indonesia (WVI) dan UNICEF.
Menurut Lenny, anak-anak adalah golongan yang paling rentan. Pada tahun 2015, terjadi kebakaran hutan dan lahan gambut seluas 2 juta hektare di Kalimantan, Sumatera, dan Papua.
Sebaran asap akibat kebakaran tersebut menyebabkan 503.874 orang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan 10 korban tewas. Di sejumlah daerah, kabut asap terjadi berbulan-bulan sepanjang 2015.
Kabut asap akibat kebakaran tersebut menyebabkan terganggunya fungsi paru-paru, aritmia, pembengkakan paru, bronchitis, pneumia, dan penyakit pernafasan lainnya. Tidak hanya itu, kebakaran hutan juga mengakibatkan terhambatnya proses pembelajaran anak. Banyak sekolah di daerah bencana yang meliburkan murid-muridnya.
“Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 pasal 2 tentang Kesejahteraan Anak mengatakan bahwa anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar,” jelas Lenny.
Pada lokakarya itu, Lenny mengungkapkan bahwa kebanyakan warga kurang mendapat indormasi mengenai kabut asap. Walhasil masih ada yang menganggap sepele dampak kabut asap dan cenderung hal yang biasa. Para orang tua menganggap batuk akibat kabut asap yang dialami anaknya hanya perlu diobati obat batuk warung.
Oleh karena itu, Lenny menekankan bahwa adanya materi-materi mengenai dampak kabut asap sangatlah penting demi kesejahteraan anak.
Simak juga: Mulai Besok, Sumatera Selatan Siaga Darurat Asap
Salah satunya adalah dengan mensosialisasikan informasi-informasi mengenai kabut asap kepada masyarakat terutama mereka yang tinggal di lingkungan potensial kebakaran. “Aliran informasi itu penting. Harus disosialisasikan data-data tentang kebakaran hutan lahan kepada masyarakat,” tegas lenny.
Menurutnya, setiap institusi yang melibatkan anak, seperti sekolah, keluarga, bahkan kabupaten atau provinsi tempat anak itu tumbuh dan berkembang wajib mengetahui informasi dan koordinasi yang harus mereka lakukan untuk meminimalisir dampak kabut asap terhadap anak.
“Kami harus mensosialisasikan bahwa siapa harus berbuat apa. Misalnya, ibu hamil tahu mereka harus berbuat apa ketika ada kabut asap akibat kahutla”, kata Lenny.
Sosialisasi informasi kepada anak-anak secara langsung juga tidak kalah penting. Menurut hasil penelitian oleh Universitas Muhammadiyah dan UNICEF mengenai perspektif masyarakat yang terkena dampak kabut asap kebakaran hutan lahan, kurangnya kesadaran mereka terhadap dampak kabut asap disebabkan oleh penyebaran informasi yang minim dan terlalu rumit.
Lenny menyebutkan bahwa informasi harus dibuat mudah dimengerti oleh anak-anak. “Anak-anak harus dipintarkan. Harus ada informasi yang child-friendly,” katanya.
ZARA AMELIA | UWD