TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru yang diketuai Hakim Rinaldi Triandiko memvonis bebas Bupati Rokan Hulu nonaktif Suparman, terdakwa kasus korupsi pembahasan APBD Provinsi Riau 2014 dan 2015. Putusan ini dijatuhkan pada Kamis, 23 Februari 2017 itu tengah dipelajari oleh Komisi Yudisial.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya menuntut Suparman dengan hukuman 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa menilai Suparman yang saat itu menjadi Anggota DPRD periode 2009-2014, terbukti menerima suap dari Gubernur Riau saat itu Annas Maamun.
Baca: Bupati Rokan Hulu Divonis Bebas, KPK Ajukan Kasasi
Jika Suparman dinyatakan bebas, rekan Suparman yaitu Ketua DPRD Riau 2009-2014 Johar Firdaus divonis 5,5 tahun penjara. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sebelum kasus ini, hakim Rinaldi tercatat pernah menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Meranti Zubiarsyah dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepulauan Meranti Suwandi Idris dalam kasus korupsi Pelabuhan Dorak pada 8 Februari 2017. Saat itu, Rinaldi menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan tindak pidana, melainkan perbuatan perdata.
Selain itu, hakim Rinaldi juga pernah membebaskan mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan perluasan lahan perkantoran Bhakti Praja Kabupaten Pelalawan pada 2016 lalu.
Baca: Vonis Bupati Rokan Hulu, Fitra: Integritas Hakim Diragukan
Saat ini, Komisi Yudisial tengah memperlajari laporan putusan bebas Suparman tersebut. Juru bicara Komisi Yudisial (KY), Farid Wajdi mengatakan pihaknya lebih dulu akan mempelajari laporan itu sebelum memutuskan tahap selanjutnya, seperti pemeriksaan.
Farid menambahkan, sesuai standard operating procedure atau SOP yang diatur dalam peraturan internal KY, setiap laporan yang masuk akan diverifikasi dan dikaji. "Jika ditemukan bukti-bukti awal adanya dugaan pelanggaran kode etik, maka akan diteruskan dengan investigasi dan pemeriksaan para pihak termasuk pelapor, saksi dan terlapor," kata Farid saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 24 Februari 2017.
Saat ditanya mengenai putusan hakim Rinaldi, Farid menolak berkomentar. "Berbicara soal putusan hakim, adalah berbicara soal independensi hakim. Artinya merupakan ranah kemerdekaan hakim. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tidak boleh mencampurinya, apalagi mengomentarinya. Menjadi ranah pengadilan yang lebih tinggi untuk mengoreksi putusan tersebut," ungkap Farid.
ANTARA
Baca juga:
Ma'ruf Amin MUI: Saya Tolak Menemui Keduanya, Ahok dan Anies
Raja Arab Dianggap Penting ke Indonesia, Ini Kata Pengamat