TEMPO.CO, Sukoharjo - Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari mengatakan secara normatif Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan bahwa KY tidak berwenang melakukan penjagaan terhadap MK.
Kendati mandiri, Aidul berujar, bukan berarti peradilan dan hakim itu tertutup sama sekali. “Ada kewajiban bertanggung jawab kepada masyarakat dan bangsa. Dalam konteks itulah dibutuhkan pengawasan eksternal. Nampaknya MK masih pertahankan independensi dalam artian konservatif,” ujar Aidul saat ditemui Tempo seusai pengukuhannya sebagai Guru Besar ke-20 di UMS pada Kamis, 23 Februari 2017.
Berita lain: Ketua MK Bantah Pendaftaran Calon Pengganti Patrialis Sepi
Pernyataan Aidul mengomentari sikap Ketua MK Arief Hidayat yang tidak setuju jika lembaganya musti mendapat pengawasan eksternal seperti dari Komisi Yudisial (KY). “Badan peradilan, hakim, tidak boleh diawasi. Prinsipnya harus dijaga, bukan diawasi. Apalagi dalam konstruksi Undang Undang Dasar memang kita (MK) tidak ada kaitannya dengan KY,” kata Arief.
Menurut Arief, Pasal 24 Undang Undang Dasar menyebutkan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh dua lembaga, yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi. Ihwal lembaga pendukung yang menjaga hakim-hakim MA diatur dalam Pasal 24 b. “Sedangkan MK itu (Pasal) 24 c. Kalau KY ikut menjaga MK, maka KY ada di posisi (Pasal) 24 c,” kata Arief.
Jika KY turut menjaga atau mengawasi MK, Arief menambahkan, bisa terjadi kerancuan seandainya KY bersengketa dengan lembaga lain. “Nanti yang menyelesaikan siapa? Kalau MK, MK takut, wong (KY) yang mengawasi kok. Nanti kalau dikalahkan, dia (KY) bagaimana? Kan nggak bener jadinya,” kata Arief.
Pada 25 Januari lalu, publik dikejutkan berita penangkapan Hakim MK Patrialis Akbar oleh KPK karena kasus dugaan suap. Suap itu diduga berkaitan dengan pengurusan perkara uji materi (judicial review) Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Sebelumnya, pada 2 Oktober 2013, KPK menangkap Ketua MK Akil Mochtar karena kasus suap dalam sengketa pilkada.
DINDA LEO LISTY