TEMPO.CO, Yogyakarta - Paguyuban Dukuh se-DIY menyatakan adanya gugatan ke Mahkamah Konsitusi atas pasal 18 ayat 1 UU Keistimewaan DIY telah menciderai dan mengkhianati hasil perjuangan terbitnya beleid tersebut.
“Kami merasa dikecewakan dan dikhianati dengan adanya uji materi UU Keistimewaan itu,” ujar Ketua Paguyuban Dukuh se-DIY Semar Sembogo Sukiman Hadiwinoto, Kamis 23 Februari 2017.
Paguyuban Dukuh se-DIY turut menjadi saksi atas uji materi UU Keistimewaan di Mahakamah Konsitusi pada Februari ini.
Paguyuban Dukuh pun menyatakan pihaknya lebih kecewa lagi manakala Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga Gubernur DIY malah berada dikubu penggugat dan menguatkan permohonan gugatan pasal 18 UU Keistimewaan itu.
Baca : Mantan Ketua MK Mahfud MD Ditunjuk Jadi Penasehat Sultan
Pasal 18 ayat (1) huruf m UU Keistimewaan DIY digugat sejumlah aktivis tahun 2016 lalu. Dalam pasal 18 itu berbunyi bahwa calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak. Kata ‘istri’ ini menjadi polemik dan digugat untuk dihapuskan karena merujuk bahwa calon gubernur dan wakil gubernur haruslah laki-laki.
Dalam UU Keistimewaan mengatur jika raja keraton dan pakualaman bertahta otomatis yang ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur.
Paguyuban Dukuh Semar Sembogo, seperti dalam pernyataan kesaksiannya di MK, menyatakan pihaknya merasa dirugikan atas adanya gugatan UU Keistimewaan tersebut. Sebab jika MK mengabulkan uji materi untuk perubahan pasal 18 UU Keistimewaan itu, dikhawatirkan berdampak buruk bagi warga DIY secara umum.
Dampak negatif perubahan materi UU Keistimewaan itu antara lain bakal ikut mengubah sejarah yang belum pernah ada di lembaga Keraton maupun Pakualaman karena memungkinkan adanya penobatan Sultan dari kalangan perempuan.
“Ini merusak struktur budaya yang selama ini hidup di Yogya,” ujarnya.
Dasar penolakan paguyuban dukuh atas uji materi UU keistimewaan ini antara lain sudah tidak ada andangan diskriminasi lagi, akrena rakyat sudah menyadari adanya kearifan lokal, yaitu Sultan dan Pakualam bertahta sesuai paugeran (adat istiadat) sebagai cirri khas pimpinan DIY yang bersifat kerajaan.
“Kami menolak permohonan pengujian pasal 18 karena UU keistimewaan sudah final menjadi pilihan budaya masyarakat,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DIY Sukarman menuturkan, polemik tentang uji materi UU Keistimewaan di MK ini akan menjadi tantangan yang harus dihadapi DIY pada tahun 2017 ini. “Apalagi Oktober 2017 ini penetapan gubernur dan wakil gubernur harus kembali dilakukan karena masa jabatannya berakhir ,” ujarnya.
Raja Keraton yang juga Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hemengku Buwono X menuturkan jika UU Keistimewaan sama sekali tidak mengurus atau menyinggung tentang paugeran atau adat yang hidup di Keraton maupun Pakualaman. Melainkan lebih pada soal pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur.
“Jadi kesaksian dukuh di MK ini salah pemahaman,” ujar Sultan.
PRIBADI WICAKSONO