TEMPO.CO, Semarang - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang Supriyadi menilai saat ini banyak perusahaan di daerah ini yang tak tunduk terhadap aturan ketenagakerjaan. Hal itu ia sampaikan saat menerima pengaduan dari sejumlah pekerja yang di-PHK.
"Pengaduan ini sering terjadi. Ini membuktikan banyak perusahaan tak tunduk terhadap aturan ketenagakerjaan," kata Supriyadi setelah menerima pengaduan pekerja penjualan es krim Walls, Rabu, 22 Februari 2017.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Antisipasi Ledakan Tenaga Kerja
Meski tak menjelaskan jumlah secara rinci, Supriyadi meyakini saat ini perusahaan di beberapa kawasan industri dicurigai masih memberlakukan outsourcing atau kontrak kerja kepada pekerja utamanya yang selama ini memproduksi secara profesional. "Para pekerja diputus hubungan kerja, diberi pesangon pun tak sesuai dengan ketentuan," katanya.
Supriyadi menyebutkan rata-rata saat ini perusahaan yang memberlakukan outsourcing tak menjaminkan pekerjanya di asuransi ketenagakerjaan sebagai kewajiban yang harus dilakukan pengusaha. Ia meminta dinas tenaga kerja mengawasi dengan cara memantau secara langsung, jangan menunggu aduan karena kadang pekerja malas mengadu jika terjadi pelanggaran yang menimpa mereka.
Baca pula: Buruh Semarang Tolak Listrik Naik
Dengan kondisi itu, Supriyadi berencana akan mengunjungi langsung perusahaan yang terindikasi tak menjalankan aturan. "Akan sidak ke lapangan, melihat secara langsung apakah situasi perusahaan memenuhi syarat atau melanggar aturan undang-undang dan aturan pemberian nilai upah layak," ucapnya.
Bukti kesewenangan perusahaan di Kota Semarang diadukan oleh Nono Hariyanto, 35 tahun. Pekerja di perusahaan es krim Walls itu mengaku di-PHK dengan alasan pengurangan tenaga kerja tanpa diberi pesangon. "Padahal saya sudah bekerja 9 tahun di bagian cari outlet dan pengiriman," katanya.
Ia menyebutkan terdapat tiga orang karyawan yang di-PHK bersamaan per Februari 2017. Selain itu, terdapat ratusan pekerja lain di perusahaan tempat ia bekerja diberlakukan sebagai tenaga kontrak. "Sejak beroperasi 24 tahun lalu, perusahaan masih memberlakukan pekerja kontrak," ujar Nono.
Selain mem-PHK sembarangan dan memberlakukan outsourcing, perusahaan baru memberikan upah sesuai UMK pada 2015 hingga sekarang. Nono pun mengadukan kondisi tersebut ke DPRD sehingga DPRD turun tangan mengeluarkan kebijakan agar perusahaan tunduk memenuhi hak pekerja.
"Perusahaan juga melarang pekerja membuat serikat. Terbukti upaya mendirikan yang pernah dilakukan justru diredam dengan mengancam dan memecat sejumlah pendiri serikat," katanya.
Tindakan PHK sembarangan itu dinilai kejam karena selama ini Nono telah mampu menaikkan volume pemasaran dan membuka outlet sebagai basis operasional pemasaran produk yang dijual.
EDI FAISOL
Simak:
Status WA Eks Pimpinan KPK, Bodoh Rakus: Negara Gagal
Ini Respons Presiden Jokowi Terkait Fatwa MA Soal Ahok