TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat Tan Malaka Institute, Habib Monti, menjelaskan alasan proses upacara adat penyerahan gelar dilakukan di makam Tan Malaka. Sesuai tradisi, menurut dia, penyerahan gelar mutlak dilakukan di depan jasad Tan Malaka.
Ratusan warga Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, hari ini, 21 Februari 2017, menggelar prosesi jemput gelar di makam Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Upacara adat ini dilakukan untuk melengkapi penyerahan gelar dari Datuk Tan Malaka ke-3 kepada Datuk Tan Malaka ke-7. “Almarhum adalah pemegang gelar Datuk Tan Malaka ketiga,” kata Monti, Selasa 21 Februari 2017.
Baca: Ratusan Warga Minang ke Makam Tan Malaka Gelar Upacara
Gelar tersebut akan diberikan kepada Hengky Novaron Arsil, keponakan dari garis keturunan ibu yang mendominasi di adat Minang. Gelar itu diserahkan kepada keponakan Ibrahim Tan Malaka karena almarhum tidak memiliki istri dan anak. Karena itu, dewan adat dan keluarga memutuskan untuk menyerahkannya kepada kerabat dari garis ibu.
Menurut Monti, selama ini penyerahan gelar Datuk Tan Malaka kepada generasi penerusnya tidak pernah dilakukan secara komplit. Penyebabnya, penyerahan atau pelimpahan gelar tidak dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan atau dilakukan di hadapan pekuburan jika pemegang adat sudah meninggal. “Ini yang sekarang kita lakukan di Kediri,” katanya.
Selama bertahun-tahun pemegang gelar Datuk Tan Malaka di Kabupaten Limapuluh Kota tak melalui proses ini. Penelusuran sejarah yang dilakukan Harry A Poeze, yang menemukan keberadaan makam Tan Malaka di Desa Selopanggung inilah dasar melakukan upacara adat di Kediri.
Baca: Pemindahan Jasad Tan Malaka Diserahkan ke Kementerian Sosial
Gelar Datuk Tan Malaka adalah pemegang kepemimpinan adat atas 142 Niniak Mamak atau penghulu (kepala kaum) di wilayah 3 Nagari (desa) dari 2 kecamatan Suliki dan Gunung Omeh di Kabupaten Limapuluh Kota. Tingginya gelar ini membuat rombongan dari Limapuluh Kota, Sumatera Barat, melakukan perjalanan menuju makam Tan Malaka sejak Kamis, 16 Februari 2017, menggunakan bus dan mobil pribadi.
Prosesi tersebut juga akan diakhiri dengan pengambilan segumpal tanah pekuburan untuk dibawa ke kampung halaman. Hal ini menjadi syarat pengambilan jenasah yang gagal dilakukan demi menjaga hubungan baik dengan masyarakat Kediri.
Pelaksanaan upacara adat ini mendapat dukungan penuh masyarakat desa setempat. Dari pantauan Tempo, mereka ikut mempersiapkan acara mulai pemasangan spanduk hingga keperluan teknis lain. Warga bersyukur makam Tan Malaka tak jadi dipindahkan. “Kami akan merawat makam ini sebagai bagian dari leluhur desa,” kata Waji, Kepala Desa Selopanggung, Selasa, 21 Februari 2017.
HARI TRI WASONO