Selama berpindah-pindah, menurut Sitam, setiap malam harus menahan dingin angin dan gigitan nyamuk. Makin sengsara ketika hujan lebat turun mengguyur rumahnya. "Sekarang di sini saya betah, istri dan anak-anak juga senang. Saya mau menata hidup lebih baik," kata Sitam berjanji.
Permai, 26 tahun, warga Suku Anak Dalam lainnya yakin akan bias hidup sejahtera setelah mempunyai rumah permanen. Selama ini, Permai bersama Putri, 23 tahum istrinya dan dua orang anaknya Nathail, 3 tahun serta Joshua, 3 bulan, hidup berpindah-pindah. Rumah yang dihuni tanpa kamar. “Semuanya ngumpul di satu ruangan. Atap dan dinding seadanya.”
Mata pencaharian Permai berburu babi hutan. Untuk mendapatkan seekor babi terkadang berjalan hingga 100 kilometer di hutan. Babi itu dijual dengan harga Rp 6.000 sekilo. Uangnya untuk membeli beras dan minyak goring. “Jarang 100 kilometer kadang dapat kadang tidak dapat babi,” kata Permai.
ANTARA