TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri lembaga survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI), Hendri Satrio, menilai pertemuan elite politik di Istana Presiden bisa mengubah konstelasi politik. Perubahan itu, kata dia, akan terasa di pemilihan kepala daerah DKI Jakarta putaran kedua. "Walaupun Pak Jokowi bilang istana itu netral," kata Hendri di diskusi pilkada, Jakarta, Sabtu, 18 Februari 2017.
Salah satu pertemuan yang paling dinanti, yaitu Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pasalnya, pertemuan keduanya, diprediksi bakal terjadi dalam waktu dekat ini.
Baca: Demokrat Belum Tentukan Dukungan pada Putaran 2 Pilkada DKI
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, mengatakan tidak ada yang mustahil dalam konstelasi politik. Menurut dia, bukan hanya bertemu dengan Presiden Jokowi, SBY juga dimungkinkan bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. "Pertemuan Megawati-SBY bukan mustahil," kata dia.
Senada dengan Trimedya, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo menuturkan tidak ada masalah bila SBY melakukan pertemuan dengan Jokowi. Dia pun mengapresiasi sikap Istana yang menilai pertemuan keduanya lebih baik dilakukan seusai pilkada. "Bagusnya setelah pilkada," ucap Roy.
Baca: Sulit Dukung Ahok, PAN: Bukan Soal Agama dan Suku, tapi...
Istana Kepresidenan sendiri dalam berbagai kesempatan menilai pertemuan Presiden Jokowi dengan SBY bisa dilakukan. Presiden bahkan menunggu permintaan resmi dari mantan Presiden Indonesia keenam itu.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia, Siti Zuhro, menilai pertemuan elite partai politik di Istana Kepresidenan merupakan hal lumrah. "Kalau cocok deal, kalau tidak ya bertemu biasa saja," ucapnya.
Mengamati pilkada Jakarta 2012, komitmen yang dilakukan dalam koalisi partai politik tidak otomatis akan diikuti oleh simpatisan. Siti mengatakan para pemilih di Jakarta cenderung melihat sosok calon pemimpin yang lugas, berani, dan konkret membangun.
ADITYA BUDIMAN