TEMPO.CO, Jakarta - Sidang perdana sengketa keterbukaan informasi reklamasi Teluk Jakarta digelar untuk pertama kali. Sidang itu diikuti oleh pemohon dari Koalisi SelamatkanTeluk Jakarta yang diwakili oleh Rayhan Dudayev terhadap termohon Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Sidang ini mengagendakan pemeriksaan awal para pihak.
Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) menerima standing penggugat dan para kuasanya, sedangkan perwakilan termohon dalam sidang tidak diizinkan memberikan keterangan, sebab majelis merasa bahwa perwakilan termohon tidak dapat dinyatakan sebagai pihak yang sah jika tidak membawa surat kuasa resmi dari Kemenko Maritim.
Kuasa hukum dalam sengketa ini, Handika Febrian mengatakan informasi yang disengketakan atau yang sebelumnya dimintakan pemohon merupakan Hasil Kajian Komite Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta, meliputi kajian lingkungan, sosial, dan hukum.
Baca : JK: Pemerintah Tak Ikut Campur Putusan PTUN Data TPF Munir
“Namun Kemenko Maritim tidak memberikan informasi yang sesuai dengan permintaan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, yaitu informasi singkat yang berisikan rekomendasi kebijakan,” ujar Handika, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 17 Februari 2017.
Handika menjelaskan informasi itu penting, mengingat sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan menyatakan reklamasi Teluk Jakarta dapat dilanjutkan, yang mana bertentangan dengan pernyataan Rizal Ramli, Menko Maritim sebelumnya. “Perbedaan pernyataan ini seharusnya juga dibarengi dengan kajian komprehensif yang dilakukan oleh menteri baru,” katanya.
Majelis komisioner dalam persidangan ini pun meminta keterangan terkait sejumlah hal yaitu tentang kronologis yang dilakukannya sengketa informasi ini, kepentingan pemohon untuk meminta informasi, dan kepentingan publik jika informasi itu diperoleh.
Simak pula : Kata Mendikbud Soal 6256 Guru Honorer Akan Diangkat Jadi PNS
Rayhan menuturkan pada prinsipnya segala informasi terkait dengan proyek pembangunan yang berdampak besar, terutama terhadap lingkungan hidup. Hal itu merupakan kepentingan publik sebagaimana tercantum dalam Pasal 70 UU 32 tahun 2009. “Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan aktif dalam perlindungan lingkungan hidup, informasi merupakan sarana melakukan perlindungan itu.”
Sidang selanjutnya direncanakan digelar pada 24 Februari 2017 mendatang dengan agenda pemeriksaan lanjut alasan pemohon meminta informasi. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta pun berharap jika memang kajian komite gabungan dari beberapa kementerian yang dibentuk dalam proses moratorium reklamasi Teluk Jakarta telah dibuat, maka informasi itu diberikan pada saat agenda persidangan berikutnya.
GHOIDA RAHMAH