TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan nasib karier hakim MK, Patrialis Akbar, pada hari ini, Rabu, 16 Februari 2017. Rencananya, Majelis Kehormatan menggelar rapat putusan untuk menentukan apakah Patrialis bersalah atau tidak. Bila majelis menganggap Patrialis terbukti melanggar etik, ia akan diberhentikan secara tidak hormat.
Baca juga:
Jokowi Didesak Percepat Seleksi Pengganti Patrialis
Buntut Perkara Suap Hakim, Koalisi Publik Minta KY Awasi MK
Anggota Majelis Kehormatan MK, Achmad Sodiki, mengatakan majelis telah mengantongi sejumlah bukti pelanggaran etik berat yang dilakukan Patrialis. Salah satunya foto-foto pertemuan Patrialis dengan pihak beperkara, yakni pengusaha daging impor, Basuki Hariman, serta Kamaludin, yang berperan sebagai perantara suap. Patrialis diduga membocorkan putusan uji materi undang-undang yang merupakan rahasia negara. “Dia pun sudah mengakuinya,” kata Achmad Sodiki saat dihubungi, Selasa.
Menurut rencana, Majelis Kehormatan bakal menyerahkan hasil keputusan mereka kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat besok. “Karena Presiden harus segera mencari gantinya. Kalau tidak, MK akan keteteran karena banyak kasus pilkada,” ujar Achmad.
Januari lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dan menetapkan Patrialis sebagai tersangka penerima suap terkait dengan gugatan judicial review Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ia diduga menerima suap sebesar Sin$ 200 ribu dari pemilik CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, untuk mengabulkan sebagian gugatan.
Seiring dengan berjalannya proses hukum, Mahkamah Konstitusi juga menyelidiki adanya unsur pelanggaran etik yang dilakukan Patrialis. Majelis ini diawaki oleh lima orang, yakni Anwar Usman, Bagir Manan, As'ad Said Ali, Achmad Sodiki, dan Sukma Violetta. Kelima anggota majelis pun berkoordinasi dengan KPK dalam memeriksa dugaan pelanggaran etik Patrialis. Mereka tercatat dua kali menyambangi lembaga antirasuah untuk memeriksa Patrialis dan meminta informasi.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, berpendapat, Patrialis harus diberhentikan secara tidak terhormat. Sebab, dia terbukti terseret kasus hukum, yakni tindak pidana korupsi. “Ini sudah mencederai kekuasaan kehakiman,” katanya.
Patrialis membantah menerima suap. "Jangan suka fitnah. Biarlah proses ini berjalan nanti di pengadilan," ujarnya setelah diperiksa KPK pada Selasa lalu. Ia meminta masyarakat menunggu hingga proses di pengadilan selesai.
Menurut Patrialis, pihaknya akan menghormati proses hukum di KPK. “Saya sangat menghormati KPK di dalam melaksanakan tugasnya,” ujarnya.
Sementara itu, KPK pekan ini memperpanjang masa penahanan Patrialis bersama tiga tersangka lain, yakni Basuki Hariman; Direktur PT Spekta Selaras Bumi Kamaludin; General Manager PT Impexindo Pratama. "Diperpanjang hingga 40 hari ke depan karena kami masih membutuhkan keterangan dari tersangka," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa lalu.
DEWI SUCI RAHAYU | MAYA AYU PUSPITASARI