TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan membantah telah menerima duit Rp 6,1 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Uang itu diduga diberikan terkait dengan jabatan Rudi sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Maluku Utara.
"Tidak pernah sama sekali," kata Rudi menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum saat menjadi saksi untuk terdakwa Amran HI Mustary, mantan Kepala Balai Perencanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, dalam sidang dugaan suap proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 13 Februari 2017.
Baca:
Soal Politikus PKB & PKS Tersangka Suap PUPR, Ini Kata KPK
Suap Proyek Jalan, Budi Supriyanto Golkar Divonis 5 Tahun
Adanya pemberian uang Rp 6,1 miliar kepada Rudi diakui oleh Imran S. Djumadil, sekretaris pribadi Amran. Berdasarkan kesaksian Imran, uang itu berkaitan dengan dana optimalisasi DPR dan diserahkan dalam tiga tahapan.
Rudi mengaku tak tahu menahu ihwal dana optimalisasi. Namun ia tak membantah pernah bertemu Amran dan Imran pada akhir 2014 di Plaza Senayan, Jakarta. "Pak Amran bersama Pak Imran menghadap saya untuk memohon agar dari PDIP Maluku Utara melalui fraksi mengusulkan Amran menjadi Kepala BPJN," kata Rudi.
Saat itu, Rudi mengatakan bahwa jika usulan hanya dari PDI Perjuangan Maluku Utara tidak akan kuat. Sebab, wilayah yang diurus Kepala BPJN IX juga mencakup Maluku. "Jadi harus dua daerah itu, kalau hanya satu daerah tidak kuat," ujarnya. Setelah itu, Rudi meminta Amran untuk menghubungi langsung pejabat-pejabat di Maluku Utara.
Menurut Rudi, usulan yang ia berikan hanya bersifat dukungan, bukan rekomendasi. Sebab, kata dia, partai tidak bisa mencampuri wewenang Kementerian PUPR dalam mengangkat Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara. Ia pun membantah pernah menghubungi para pejabat Maluku dan Maluku Utara mengenai usulan tersebut.
Meski demikian, Rudi tak menampik bahwa dia pernah menghubungi Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto, untuk mendukung Amran menjadi Kepala BPJN IX. "Saya berpikiran kalau Pak Amran jadi kepala balai, beliau akan lebih memperhatikan infrastruktur Maluku Utara agar lebih seimbang," ujarnya.
Rudi berujar, Bambang bersedia merekomendasikan Amran ke Kementerian PUPR. Namun, soal mekanisme pengangkatan tetap menjadi wewenang Kementerian PUPR.
Setelah menghubungi Bambang, Rudi menghubungi Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. "Saya sampaikan, Pak Hasto, saya sudah sampaikan ke fraksi," ujarnya.
Rudi menegaskan ia tak pernah menerima uang dari Imran. Jaksa kemudian mengkonfrontir keterangan Rudi dengan Imran.
Menurut Imran, dia pernah menyerahkan uang Rp 2,6 miliar kepada Rudi di Delta Spa Pondok Indah, Jakarta Selatan. "Saya belum pernah pergi, saya justru tahu (Delta Spa Pondok Indah) dari Pak Rudi. Saya janjian sama Pak Rudi di sana," ujarnya. Imran hari ini juga menjadi saksi dalam sidang dugaan suap proyek Kementerian PUPR.
Imran pun meyakinkan bahwa ia menyerahkan duit kepada Rudi. "Saya menyerahkan, istilah on top itu dari Pak Rudi," ucap dia.
Pada pemberian kedua, Imran kembali menyerahkan duit Rp 3 miliar di Delta Spa Pondok Indah, kepada Rudi. Sedang sisanya, Rp 500 juta, diserahkan melalui transfer ke rekening Muhammad Rizal.
Terkait dengan pemberian ketiga, Rudi diduga meminta kepada Amran untuk membantu dana kampanye Pilkada. Amran kemudian meneruskan permintaan tersebut ke Abdul Khoir dan disetujui Rp 500 juta.
Setelah semua duit diserahkan kepada Rudi, Imran mengaku kembali menemui Rudi di My Place Spa Senayan, Jakarta. Pada pertemuan itu dia meminta agar Rudi mengembalikan uang Rp 2,6 miliar kepada Abdul Khoir. "Saya bilang ke Pak Rudi kalau bisa yang 2,6 miliar itu dikembalikan ke Abdul Khoir," katanya.
Meski dalam berita acara pemeriksaan Rudi mengatakan pernah bertemu Imran di Delta Spa Pondok Indah, hari ini ia mengaku lupa pernah melakukan pertemuan tersebut. Ia pun berkukuh membantah kesaksian Imran mengenai pemberian uang. "Saya tidak pernah terima uang. Tidak pernah Yang Mulia," kata dia.
Pada perkara ini, Amran diduga meminta uang kepada para pengusaha dengan menjanjikan pekerjaan dalam proyek pembangunan jalan yang diusulkan sejumlah anggota Komisi V DPR. Selain kepada Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, Amran juga diduga meminta uang kepada Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng.
MAYA AYU PUSPITASARI