TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan menyatakan tidak semua cip 36 kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) impor terbaca datanya. Berdasarkan hasil pengecekan Kementerian Dalam Negeri, hanya belasan yang terbaca di card reader.
"Dari 36 itu, hanya 16 e-KTP yang cipnya masih bisa dibaca card reader," ucap Zudan saat memberi keterangan pers di Kementerian, Senin, 13 Februari 2017.
Baca juga: Soal E-KTP dari Kamboja, Kemendagri: Musnahkan Blangko Bekas
Zudan menjelaskan, hanya 16 e-KTP impor yang terbaca cipnya karena e-KTP tersebut menggunakan blangko bekas dari berbagai kelurahan. Walhasil, tak semua cip dalam kondisi bagus.
Adapun untuk 16 e-KTP yang cipnya terbaca, ujar Zudan, datanya berbeda dengan apa yang terpampang di e-KTP. Sebab, data yang berada dalam cip hanya bisa diganti Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, tidak bisa diganti secara manual oleh pemilik kartu secara bebas.
Baca Juga:
"Dalam konteks ini, semua data yang terpampang berbeda dengan data yang ada di database. Jadi data yang terpampang pada kartu ditulis secara manual," tutur Zudan.
Baca juga: Temuan E-KTP Asal Kamboja Diserahkan ke Polda Metro Jaya
Berdasarkan data yang didapat Tempo, data yang berada di cip e-KTP impor dan yang terpampang pada kartu berbeda dalam hal foto, nama, alamat, dan kolom agama. Adapun pengubahan data yang terpampang pada kartu dilakukan dengan melepas laminating di blanko bekas dan menggantinya dengan laminating yang didesain sendiri.
Beberapa hari lalu, Direktur Jenderal Bea-Cukai Heru Pambudi menyatakan 36 e-KTP ilegal atau palsu berhasil masuk Indonesia dari Kamboja. Kartu identitas palsu tersebut dikirim dari Pnom Penh via jasa ekspedisi FedEx bersama 32 nomor pokok wajib pajak (NPWP), 1 buku tabungan Bank Central Asia, dan 1 kartu anjungan tunai mandiri (ATM).
Kemunculan e-KTP impor itu sempat membuat heboh. Selain muncul menjelang hari pemilihan kepala daerah, e-KTP itu terbaca cipnya. Hal itu membuat sejumlah pihak menduga e-KTP tersebut hasil meretas server Kementerian Dalam Negeri dan akan digunakan untuk kepentingan jahat saat pilkada.
ISTMAN M.P.