TEMPO.CO, Jakarta - Delapan kementerian dan lembaga menandatangani nota kesepahaman mengenai Sistem Penanganan Perkara Terpadu berbasis Teknologi Informasi (SPPT TI). Kerja sama itu diinisiasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengakui bahwa penanganan tindak pidana agak lamban karena menggunakan sistem administrasi manual. “Dengan kemajuan teknologi, kita manfaatkan untuk memproses kerja sama antar lembaga,” kata Wiranto saat penandatanganan di Ruang Nakula Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin, 13 Februari 2017.
Baca: Tumpukan Perkara, MA: PN Jakarta Utara Berkinerja ...
Selain Kementerian Polhukam, yang turut menandatangani kesepakatan itu adalah Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, serta Lembaga Sandi Negara. Kesepakatan itu merupakan amanat Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Lima wilayah tingkat provinsi akan dijadikan lokasi awal penerapan SPPT TI. Kelima wilayah itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. “Saya mengimbau pihak-pihak terkait agar bersama-sama mengawasi pelaksanaannya.”
Baca juga: Munarman FPI Diperiksa Polda Bali Besok
Seusai penandatanganan, dilakukan pula pertukaran data perkara pertama di antara sejumlah instansi hukum, seperti Polri dan Kejaksaan, serta MA. Sistem pertukaran data itu diharapkan dapat memangkas kendala jarak dan waktu, dalam proses penanganan perkara. “Masyarakat bisa mengakses, sehingga bisa tahu proses penanganan pidana yang diselesaikan aparat,” kata Wiranto.
Menteri mengakui bahwa sistem itu belum bisa langsung diterapkan di semua daerah karena membutuhkan pengadaan alat dan sumber daya manusia yang memadai. “Sistem ini baru. Alatnya gampang dibeli, tetapi operatornya untuk dilatih menguasai itu kan tidak mudah.”
YOHANES PASKALIS