TEMPO.CO, Semarang - Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama Jawa Tengah mengeluarkan fatwa untuk menjawab pertanyaan bagaimana hukumnya menggunakan hak pilih pilkada yang hanya diikuti satu pasangan calon atau calon tunggal.
Fatwa ini dikeluarkan menyusul adanya seorang ulama di Kabupaten Pati yang mengeluarkan fatwa bahwa calon pemilih yang mencoblos kotak kosong dalam pilkada adalah sesat dan zalim. Pati adalah salah satu dari sembilan daerah yang pilkadanya diikuti calon tunggal.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Tengah Ahmad Nadhif Abdul Mujib menyatakan vonis “sesat dan zalim” terhadap calon pemilih kotak kosong adalah vonis yang tidak berdasar sama sekali, baik dalam kacamata agama maupun hukum negara.
“Karena hak memilih kotak kosong adalah hak yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Karena itu, menghormati hak konstitusi adalah wajib menurut agama,” ujar Ahmad Nadhif, seperti dikutip situs nujateng.com, Senin, 13 Februari 2017. Situs nujateng.com adalah situs resmi pengurus wilayah NU Jawa Tengah.
Sebelumnya, seorang Pengurus Cabang NU Pati, Imam Shofwan, menyatakan memilih kotak kosong adalah perbuatan yang zalim dan sesat. Pengurus tersebut menyebut pendapatnya itu berdasarkan keputusan alim-ulama di Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu. “Keputusan alim-ulama, bahwa nashbul imam (memilih pemimpin) itu memilih orang, bukan memilih kotak,” katanya.
Ahmad Nadhif menambahkan, jika orang yang memberikan fatwa sesat dan zalim memilih kotak kosong berdalih bahwa kewajiban memilih pimpinan adalah “memilih orang” bukan “memilih kotak”, itu permainan kata-kata belaka.
“Semua orang paham bahwa tidak mungkin kotak kosong akan menjadi pemimpin. Ini hanya merupakan permainan kata yang tidak layak disampaikan di muka umum dalam situasi menjelang pilkada,” katanya.
Baca juga: Gadis Ini Menyesal Menang Lotere Rp 1,6 M, Ini Penyebabnya
Ahmad Nadhif menambahkan, memilih kotak kosong bukan berarti menjadikan kotak kosong sebagai pemimpin, melainkan sebagai bentuk keinginan dilaksanakannya pengulangan pilkada supaya terbuka peluang pencalonan yang lebih dari satu pasangan calon.
Ahmad Nadhif menyatakan hukum memilih pemimpin adalah fardlu kifayah (kewajiban komunal yang cukup ditunaikan oleh satu atau dua orang sebagai perwakilan), bukan fardlu ‘ain (kewajiban individual). “Soal menjatuhkan pilihan adalah soal hati nurani, tidak ada yang berhak merampas kebebasan individu untuk memilih ‘ini’ atau ‘itu’,” katanya.
Pada pilkada 2017, ada sembilan daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon dari 101 daerah yang akan mengikuti pilkada tahun ini.
Sembilan daerah itu adalah Tebing Tinggi, Tulang Bawang Barat, Pati, Buton, Landak, Maluku Tengah, Tambrauw, Kota Sorong, dan Jayapura.
Pemilih di sembilan daerah tersebut akan diberi dua pilihan, yaitu memilih pasangan calon yang ada atau memilih kolom kosong dalam surat suara. Bagi yang tak mendukung calon, bisa memilih kotak kosong.
Jika pasangan calon memperoleh suara lebih banyak daripada kolom kosong, maka pasangan tersebut menang. Namun, jika lebih banyak pemilih yang mencoblos kotak kosong, pilkada di daerah tersebut akan diulang dalam pilkada serentak tahun berikutnya.
ROFIUDDIN
Baca: Dibantu Netizen, Gaun Pengantin Usia 150 Tahun Ditemukan