TEMPO.CO, Bantul - Diskriminasi menggagalkan Arlin Meila menjadi kepala dusun. Alumnus terbaik Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Yogyakarta itu tak dipilih Kepala Desa Sutrisno untuk memimpin Dusun Kurahan II, Desa Murtigading, Kecamatan Sanden, Bantul.
Arlin mengikuti ujian seleksi calon kepala dusun (kadus) pada 5 Desember 2016 di kantor desa. Tim penguji berasal dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Jabatan kepala dusun kosong setelah Sulaiman, kepala dusun sebelumnya, meninggal dunia. Ketika diumumkan pada 16 Desember lalu, Arlin memperoleh nilai tertinggi mengalahkan tiga pesaingnya. Namun Kepala Desa Murtigading Sutrisno menghalangi Arlin untuk bisa membantu tugasnya sebagai kepala desa.
Baca Juga:
Sutrisno menyebutkan kepala dukuh perempuan berbeda dengan laki-laki. Misalnya, ia mencontohkan, jika ada warga yang meninggal pada dinihari. Menurut dia, kepala dusun perempuan belum tentu segera mengurusi. Menurut Sutrisno, naluri perempuan berbeda dengan laki-laki. Pada dinihari, perempuan berpikir dulu soal keamanannya. “Jam 01.00 dan jam 02.00 itu waktu rawan buat perempuan,” kata Sutrisno di kantor Kelurahan Murtigading, Rabu, 8 Februari 2014 lalu.
Baca juga:
Perselingkuhan Diketahui Istri, Uber Dituntut Rp 636 Miliar
5 Jurus Mengelola Uang Saat Terima Gaji Pertama
Ia mengatakan punya kewenangan menilai calon kepala dukuh. Sutrisno ragu akan kemampuan Arlin yang masih berumur 23 tahun. Jadi kepala dukuh, kata dia, harus punya pengalaman. Ia menilai Arlin belum siap secara psikologis. Bagi Sutrisno, kemampuan intelektual nomor dua setelah kesiapan mental.
Setelah nilai dari tim seleksi keluar, Sutrisno menemui Arlin dan orang tuanya. Kepada Arlin dan orang tuanya, Sutrisno membujuk dengan mengatakan tugas kepala dusun berat. Sutrisno mengatakan, bila ia menjadi orang tua Arlin, ia tak akan mengizinkannya menjadi kepala dusun karena bakal tombok mengurus warganya. Sutrisno lalu menawari Arlin menjadi staf kantor desa urusan teknologi informatika. Arlin menolak tawaran itu.
Sutrisno beralasan pertemuannya dengan Arlin untuk mengetahui kesiapan mental Arlin dan keluarganya. Selanjutnya, Sutrisno akan menyampaikannya kepada Camat Sanden Fatoni. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pamong Desa memberi kewenangan lurah berkonsultasi dengan camat ihwal calon kepala dusun setelah hasil ujian seleksi diumumkan.
Sebagai pejabat yang diajak konsultasi, Fatoni mendapat masukan dari Sutrisno yang meragukan kemampuan Arlin. Mendengar hal itu, Fatoni pun mendatangi Arlin untuk mengetahui kesiapan Arlin menjadi kepala dukuh. Dari diskusi itu, Fatoni berkesimpulan Arlin mampu. “Arlin layak dan matang, tapi kepala desa yang menentukan,” kata Fatoni.
Baca juga:
Siapa Saja Kandidat Ketua Mahkamah Agung
Ahok Dapat Dana Kampanye dari Masyarakat Sebesar 60 Miliar
Sutrisno membantah menghalangi Arlin. Ia juga menampik tudingan bertindak diskriminatif. “Ini kehendak Allah,” katanya. Ia dilantik menjadi kepala desa pada tahun lalu. Selain menganggap Arlin tak siap mental, Sutrisno mengklaim ada penolakan dari enam tokoh masyarakat setempat. Sutrisno menyebut satu per satu tokoh masyarakat yang menolak Arlin, di antaranya Zainuri, pegiat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Dusun Kurahan. Zainuri membantah tokoh masyarakat menolak calon dukuh perempuan. “Kami ketemu lurah hanya klarifikasi,” kata Zainuri.
Sutrisno akhirnya mengangkat Haryanto, yang nilai ujiannya persis di bawah Arlin, pada 30 Desember lalu. Alasannya, Haryanto lebih berpengalaman dan siap secara mental untuk memimpin dusun berpenduduk 500 orang yang sebagian besar petani dan buruh tani itu. Haryanto juga aktif di Karang Taruna dan pernah bekerja sebagai manajer hotel bagian makanan dan minuman.
Kabar Haryanto menyuap Sutrisno pun merebak di desa itu. Sejumlah orang menyatakan, secara ekonomi, Haryanto lebih baik dibanding Arlin yang berlatar belakang keluarga pas-pasan. Ayahanda Arlin, Suhardi, bekerja serabutan, sedangkan Suprihatin, ibundanya, guru mengaji. Sutrisno menampik tudingan itu. “Saya dituduh terima suap, enggak benar itu,” kata Sutrisno. Haryanto pun menganggap pengangkatannya bukan karena Sutrisno diskriminatif ataupun lantaran suap. “Tak ada aturan yang dilanggar dan tak benar ada suap,” kata Haryanto.
Arlin menolak tawaran Sutrisno untuk menjadi staf desa karena berdasarkan seleksi ia mampu menjadi kepala dukuh. “Saya bilang ke Pak Kepala Desa Sutrisno bahwa saya sudah mempelajari tugas kepala dukuh, aturan, dan segala risikonya,” kata Arlin. Ia maju mencalonkan diri bukan asal-asalan. Dia mendapat dukungan dari masyarakat di RT 01 dan RT 02 di desa itu. Arlin berhasil mengumpulkan dukungan 64 kartu tanda penduduk dari 50 syarat minimal. Ia mengetuk dari pintu ke pintu untuk mendapatkan dukungan.
Kuatnya dukungan buat Arlin diungkapkan sesepuh Dusun Kurahan II, Basir. Ia mengatakan sebagian warga dusun itu mendukung Arlin karena kemampuannya. Arlin dikenal sebagai perempuan yang pandai dan pintar bersosialisasi. Dia mengajari anak-anak mengaji di masjid dekat rumahnya. “Aturan tak memandang ia laki-laki atau perempuan. Mengapa ia yang peringkat pertama malah tersingkir?” kata Basir.
Diskriminasi terhadap Arlin ini mendapat perhatian Hidayatut Thoyyibah, aktivis perempuan yang bergerak di bidang advokasi Undang-Undang Desa. Mereka mendatangi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bantul, Arni Tyas Palupi, Rabu, 11 Februari 2017. Kedatangan mereka bertujuan mendorong Dewan membahas diskriminasi yang menimpa Arlin.
Wakil Ketua DPRD Bantul Arni Tyas Palupi mengatakan DPRD sedang menggali informasi ihwal kasus yang menimpa Arlin. Ia juga akan berkomunikasi dengan Komisi A DPRD Bantul untuk membahasnya. “Saya ingin ketemu Arlin. Saya tak mau ada sentimen buruk terhadap perempuan,” kata Arni. Senada dengan Arni, Bupati Bantul Suharsono mengatakan tak boleh ada pembedaan terhadap perempuan dan laki-laki dalam pengisian perangkat desa. Menurut dia, tes psikologi penting di samping tes akademik lain. “Aspek psikologi, kecerdasan, dan sikap kerja menjadi pertimbangan,” kata dia.
Hidayatut Thoyyibah mengatakan diskriminasi terhadap calon kepala dukuh perempuan itu baru pertama ia temukan. Menurut dia, peraturan daerah tentang pamong desa tidak menjadikan Undang-Undang Anti-Diskriminasi sebagai landasan sehingga membuka celah terjadinya diskriminasi.
Padahal, kata dia, Undang-Undang Desa menyebutkan kewajiban untuk adil gender. Bila aturan itu dilanggar, kepala desa bisa dikenai sanksi administrasi hingga pemberhentian. “Diskriminasi terhadap Arlin merupakan preseden buruk. Ini harus ada perbaikan sistem demi keadilan gender,” kata Hidayatut.
SHINTA MAHARANI
Hasil Seleksi Calon Kepala Dukuh Kurahan
Nama Hasil ujian
Arlin Melia 301,28
Haryanto 274,08
Sigit Rohmadi 271,74
Sigit Parwoto 261,38
Materi ujian
- pengetahuan umum
- psikologi
- wawancara
- praktek