Kiprah Marco Kartodikromo di dunia jurnalistik benar-benar membawakan suara dan perjuangan kaum pribumi di Hindia Belanda. Marco lalu mendirikan Inlandsche Journalis Bond (IJB) di Surakarta pada pertengahan 1914 dengan gagasan menulis dalam Bahasa Melayu.
“Pada awal kehadiran Marco Kartodikromo, atau lebih akrab dalam dunia pergerakan sering disebut sebagai Mas Marco, berawal dari kesadaranya memahami realitas sosial yang timpang,” kata Takhasi Siraishi, dalam bukunya Zaman Bergerak.
Marco hadir dalam kondisi masyarakat mengalami kesulitan ekonomi, serta munculnya pengangguran di berbagai daerah,. Menjamurnya gerakan perlawanan yang terorganisir dalam wadah organisiasi keagamaan maupun perkumpulan kaum terdidik, menjadikan ia mengenal alur berorganisasi dan tulis menulis.
Mas Marco mengalami kondisi yang sama dengan apa yang dialami oleh pemuda Hindia Belanda saat itu. Takhasi menyebut adanya “krisis pemikiran” oleh realitas sosial yang dikonfrontasikan dengan pengetahuanya dari ide-ide politik dunia Barat dengan realitas-realitas kejam di stasiun-stasiun kereta dan pabrik, ketika sang Boemiputra harus diam menerima makian dan tamparan dari tuan kulit putih.
Di Surakarta ia mengikuti jalan pikiran kedua tokoh yang pernah membimbingnya ; Tirtho Adhisurjo dan Soewardi dengan cara menerbitkan surat kabar sendiri dan mengatakan apa yang ingin ia katakan.
Komitmen perlawanan dijalankan dalam dunia pergerakan yang memuat ia menjadi jurnalis tangguh. Ia membawa ideologi pers yang benar-benar menyuarakan kondisi publik. Selain tulisannya, yan isa dianap keras saat itu, Marco juga tampil sama lantangnya di atas mimbar.
Hal ini dijelaskan Takhasi Siarishi dalam perbandinganya antara Marco dan Tjokroaminoto ; Tidak seperti Tjokroaminoto, seorang satria “di bawah perlindungan pemerintah“ yang hanya perlu membuka suara. “Marco harus “berteriak” dan menyerang pemerintah sebagai satria sejati,” kata Takhasi.
Tak heran selama kurun waktu 1915 hingga 1920 ia masuk penjara di Semarang dari Juli 1915 sampai Maret 1916, kemudian setelah singgah lima bulan di Belanda, ia masuk penjara lagi di Weltevreden, dari Februari 17 sampai Februari 1918.
Selanjutnya Marco Sang Pelopor Organisasi Profesi Jurnalis